الخميس، 10 ديسمبر 2015

Mulai dari yang Kecil (Tulisan Prof. Yohanes Surya)


Tulisan di bawah ini adalah milik Prof. Yohanes Putra. Tulisan bagus ini saya posting di sini agar tidak hilang dan terlupakan. Tentu saja, Islam jauh-jauh hari sudah berbicara tentang ini. Insya Allah lain kali kita bahas. Prof. Yohanes Putra memiliki jasa yang luar biasa untuk pendidikan di Indonesia. Yuk kita do'akan beliau agar mendapat hidayah taufik dari Allah.

***

Bangun tidur yang dicari handphone. Kenapa ya?
Buka komputer, yang dibuka games atau situs tertentu saja. Kenapa ya?
Otak kita butuh makanan berupa “kepuasan”. Games, smartphone (sms, WA, BB) atau situs tertentu memberikan “kepuasan” bagi otak. Otak puas menimbulkan rasa senang. Ini mendorong kita untuk melakukannya lagi dan lagi, menjadi suatu kebiasaan.

Kebiasaan membaca lebih 50 buku pertahun, menurut penulis buku Mini Habits, Stephen Guise dimulai dng kebiasaan kecil (mini habits) baca 2 hal per hari. Ini bukan tugas berat bagi otak. Sukses, membuat otak “puas” dan ingin melakukannya lagi dan lagi. Dari 2 hal, jadi 4 hal, 10 hal dan akhirnya 1 buku per bulan. Lalu 1 buku perminggu dan akhirnya lebih 50 buku pertahun.

Kebiasaan jalan pagi, saya mulai dng jalan 5 menit perhari ( GAmpang dilakukan). Sukses mampu jalan 5 menit , membuat otak “puas” (senaNG), sehingga saya lakukan ini tiap hari. Agar lebih aSIk, jalan sambil dengar lagu atau merenung. Rasa senang memotivasi saya untuk jalan 10 menit, 15 menit, lalu 20 menit dan akhirnya 30-45 menit, apalagi rewardnya hebat: tubuh lebih segar, penyakit (kolesterol, cepat lelah dsb) sembuh tanpa obat.

Kebiasaan makan sepiring sayur/buah + air putih dipagi hari. saya mulai dng GASING: makan sayur satu sendok kecil (GAmpang dilakukan), otak “puas” (senaNG) karena kita sukses makan sayur. Besoknya saya lakukan lagi. Agar lebih aSIk, sayur dicampur abon atau kerupuk. Ini rutin saya lakukan karena saya tahu rewardnya hebat: tubuh lebih sehat (buang air besar lebih lancar, racun tubuh terbuang), terhindar dari prostrat, ginjal bekerja dng baik dsb.

Ngajar berhitung, pakai GASING. Mulai dng yang GAmpang 1+1, 1 +2. Ketika murid jawab benar. Saya puji “wah hebat sekali kamu bisa hitung 1 + 1 = 2, 1 + 2 = 3”. Murid senaNG “kok gampang gini dipuji…”.Otaknya “puas” (senaNG). Mereka tambah semangat, belajar jadi lebih aSIk apalagi rewardnya hebat : kepintaran bertambah.

Banyak kebiasaan positif bisa dimulai dng GASING/mini habits: Belajar bahasa (mulai dng 1 kata per hari), juara olimpiade matematika (kerjakan 1 soal olimpiade perhari), meditasi/doa pagi (mulai dng 1 menit per hari), baca kitab suci (mulai dng baca 1 ayat perhari), push up 25 kali perhari (mulai dng 1 push up per hari), berhenti merokok (mulai kurangi 1 rokok per hari), menulis buku (mulai nulis 50 kata perhari), tidak berkata kasar (mulai kurangi 1 kata kasar ), memberi (mulai beri Rp. 10.000 pada orang susah), hidup sehat (mulai minum 1 gelas air putih per hari) dsb.
The journey of a thousand miles begins with one step. (by Prof. Yohanes Putra)


الاثنين، 30 نوفمبر 2015

Mata Uang Baru Itu Bernama Data

Tulisan ini saya dapatkan dari share-share-an (apa sih!) di Facebook. Tanpa ada sumber siapa penulisnya. Jika Anda penulisnya maka saya katakan bahwa tulisan Anda ini bagus, masya Allah.
Di tahun 2004-2007 Google disibukkan dengan rencana mengembangkan bisnis mereka ke bidang telepon selular (ponsel). Google telah memprediksi bahwa ponsel adalah masa depan komputasi. Sehingga mereka ingin memproduksi ponsel untuk menyaingi para raksasa saat itu: Nokia, Blackberry, Sony Ericsson dan Motorola. Ditambah, Google mengendus bahwa Apple akan segera merilis ponsel revolusioner yang kini kita kenal dengan nama iPhone.

Memproduksi ponsel bukan hanya soal menciptakan perangkat kerasnya (hardware), tapi juga sistem operasinya (operating system-OS). OS ponsel saat itu hanya 3: Symbian, Microsoft Mobile dan Blackberry. Hanya Symbian yang open source. Namun pengembangan Symbian oleh Symbian Foundation dibiayai oleh Sony Ericsson, Samung, Motorola dan Nokia. Kalau Google ikut ke Symbian, sama juga bohong.

Bukan Google kalau tidak berpikir out of the box. Dalam sebuah rapat, CEO Google Eric Schmidt berkata, "Kita tidak akan membuat ponsel. Tapi membuat sesuatu yang akan digunakan di semua ponsel." Artinya, alih-alih memproduksi brand baru ponsel untuk menyangi brand lain, Google akan menciptakan OS yang bisa dipergunakan semua ponsel di seluruh dunia.

Hoki Google sedang terang. Tahun 2005 mereka dipertemukan dengan Andy Rubin, pengembang OS Android, yang sedang kekurangan duit. Google membeli Android sekaligus Rubin sebesar $50 juta. Android adalah OS ponsel berbasis Linux yang open source dan gratis. Dengan Android sebagai senjata, Google memulai perangnya di bisnis ponsel dan kini berhasil menjatuhkan para raksasa lama. Diluncurkan resmi tahun 2010, kini Android adalah OS ponsel yang paling banyak digunakan di dunia. Ia terpasang di 1,6 miliar lebih ponsel, melampaui iOS dengan 628 juta. Karena Android lah sekarang kita bisa menikmati smart phone dengan harga bahkan di bawah Rp1 juta. Karena ia gratis sehingga setiap produsen smart phone bisa menekan biaya produksi serendah-rendahnya. Karena Android bermunculan produsen smart phone, termasuk di dalam negeri. Bahkan demi Android, Google membeli Motorola (yang beberapa waktu lalu dijual lagi).

Kalau Android gratis, darimana Google untung?

ERA KAPITALISASI DATA

Ponsel adalah perangkat komputasi yang sudah jadi bagian hidup sehari-hari orang banyak. Hadapi kenyataan ini: ponsel anda lebih tahu siapa anda dibandingkan diri anda sendiri.
Ponsel adalah mesin tambang emas. Emas itu adalah data anda. Data ini tidak sekedar nama, gender, usia dan lokasi yang datanya anda masukkan ketika registrasi akun untuk mengakses Android (atau iPhone). Google tahu hobi dan perilaku anda dari aplikasi yang anda install dari Playstore. Mereka bisa secara presisi tahu lokasi anda dan tempat-tempat yang anda kunjungi lewat GPS untuk membaca minat anda.

Semua situs yang anda kunjungi lewat ponsel akan terekam dan dibaca datanya untuk mengidentifikasi ketertarikan anda. Lewat email yang masuk ke ponsel, Google bisa tahu pekerjaan, relasi dan minat. Bahkan, bila anda sudah memakai Google Wallet yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran ke mesin EDC dengan cara tapping, Google tahu berapa pengeluaran anda dan dimana anda berbelanja.

Data-data ini masih ditambah dengan data yang mereka dapatkan ketika anda menggunakan perangkat komputasi lain, PC contohnya. Kebetulan browser paling banyak dipakai adalah Google Chrome yang disinkronkan dengan akun Google anda. Situs apa yang anda kunjungi, berapa lama anda bertahan di situs tersebut, aktivitas apa yang anda lakukan, Google tahu. Mungkin terdengar mengerikan, tapi itulah kenyataanya.

Apa yang akan Google lakukan ketika semua data kita (dan miliaran user lain) mereka pegang? Menjual data itu ke pengiklan. Google adalah biro iklan terbesar di planet ini. Nama produknya adalah Adsense. Pendapatan Google dari Adsense tahun 2014 adalah $59 miliar atau Rp826 triliun. Hampir separuh APBN Indonesia 2014 yang sebesar Rp 1.800 triliun itu.

Bagaimana data-data itu bisa berguna bagi pengiklan? Setiap pengiklan atau pemilik brand ingin agar setiap iklannya disaksikan oleh calon konsumen yang sesuai dengan target pasar mereka. Misal, brand mobil akan sia-sia mengiklankan diri mereka kepada orang yang beli sepeda motor pun tak sanggup. Karena periklanan konvensional tak bisa memenuhi kebutuhan micro targeting, maka dilakukankan periklanan dalam bentuk broadcast. Memasang billboard tepi jalan misalnya. Misal, dari 1 juta orang yang melihat iklan itu per hari, hanya 30% yang mampu beli mobil, atau hanya 10% yang sedang berencana beli mobil. 70% sisanya sia-sia. Bila tarif memasang iklan tepi jalan itu Rp300 juta/bulan dan hanya bisa mendatangkan 100 pembeli/konsumen, maka nilai akusisinya adalah Rp3 juta per konsumen. Alangkah mahalnya.

Mahalnya nilai akuisisi ini karena pengiklan turut menghabiskan uangnya menampilkan iklan kepada audien yang bukan segmen pasar mereka. Ini bukan disengaja, tapi tak ada jalan keluar untuk micro targeting. Sampai Google menyediakan Adsense. Dengan Adsense, selain micro targeting, pengiklan bisa membayar sesuai kebutuhan. Misal, mereka hanya butuh iklan mereka disaksikan, maka bisa memilih cost per mile (CPM). Bila butuh audien mengklik, bisa memilih cost per click (CPC). Atau, kalau anda ingin baru membayar ketika konsumen bertransaksi di website anda, bisa memilih cost per acquisition (CPA).

Sampai di sini anda sudah tahu bagaimana data bisa dikapitalisasi, dikomersialisasi atau dimonetisasi sampai jumlah pendapatan super raksasa. Data ini didapatkan dari user, kita semua. Demi mendapatkan user, Google menyediakan berbagai platform gratis: mesin pencari, Android, Chrome, Youtube, Google+. Dan yang terakhir yang sedang ramai di Indonesia adalah Google Baloon, sebuah akses internet wifi gratis dari Google berbentuk balon. Bayangkan berapa user dan data yang bisa Google dapatkan dari balon itu. Mau tak mau kita harus setuju dengan argumen ini: if something is free, then you're the product.

Yang membuat kapitalisasi data ini makin menarik adalah setiap orang bisa ikut untung. Setiap pemilik website, mobile app dan video di Youtube, bisa menyediakan tempat atau konten mereka sebagai tempat periklanan Adsense. Setiap orang bisa jadi media beriklan dan dapat pemasukan besar. Penyedia konten seperti Kompasiana, Detik, Kompas, Tribun, ikut menjadi rekanan Adsense. Pencipta game fenomenal Flappy Bird, meraup untung Rp 608 juta per hari dari iklan Adsense yang ia tayangkan di game-nya. Atau seperti Yugianto, warga Desa Jamus di Karanganyar yang mendapatkan Rp40 juta/bulan dari kumpulan videonya di Youtube.

Yang melakukan ini bukan hanya Google, tapi juga Facebook yang memanfaatkan data usernya ke pengiklan Facebook. Kedua bersaing dalam mendapatkan user sebanyak-banyaknya agar makin banyak data sebagai 'emas' yang bisa digali. Maka tak heran bila dua entitas ini menjadi promotor utama dalam gerakan internet gratis. Makin murah atau gratis internet, makin banyak pula user yang mereka dapatkan dan otomatis makin banyak data yang bisa digali untuk kemudian dijual.

Begitu pentingnya data bagi bisnis digital dan sudah jadi mata uang baru, salah satu profesi yang paling seksi di era ini adalah data scientist atau ilmuwan data. Ainun Nadjib, penggagas KawalPemilu yang fenomenal itu kini bekerja sebagai data scientist di sebuah perusahaan digital di Jakarta.

Sampai di sini anda sudah memahami mengapa sebuah penyedia produk gratis bisa menghasilkan keuntungan raksasa dan jadi perusahaan paling kaya di planet ini.

MEMBAKAR UANG DEMI USER

Bila anda sering berkunjung atau berbelanja ke situs belanja online, khususnya Indonesia, akan sering ditemui barang dengan harga jauh lebih murah dibanding pasaran. Atau sering juga ada program promo yang menjual barang dengan diskon sampai 90%, bahkan 99%. Harga-harga yang sulit diterima akal. Kita yang awam ini akan berpikir harga bisa murah karena banyak biaya operasional yang dipangkas, atau sebuah brand produk sedang promosi di situs itu. Sebagian kecil benar, tapi sebagian besar salah.

Yang terjadi adalah pengelola toko online memberi subsidi kepada konsumen sejumlah selisih harga. Bila distributor memberi harga Rp1 juta kepada toko, dan toko menjual seharga Rp500 ribu kepada konsumen, maka toko nombok Rp500 ribu. Kalau ada 100 pembelian, maka toko nombok Rp50 juta.

Sebagai orang yang sering berpergian, saya selalu gunakan aplikasi pemesanan tiket pesawat dan hotel. Sumpah, ini bukan iklan, tapi namanya Traveloka. Saya pernah protes kepada pengelola hotel yang rajin saya inapi mengapa ia tak bisa memberi saya harga semurah Traveloka kalau saya go show (datang langsung). Ia jawab, harga kamar yang ia berikan ke Traveloka sama dengan harga kamar bila saya go show. Kalau harga Traveloka lebih murah, itu karena disubsidi atau ditomboki oleh Traveloka.

Lha, jualan kok nombok?
Kalau mau yang lebih aneh lagi, lihat Gojek. Mereka kabarnya telah mendapatkan investasi sedikitnya Rp200 miliar Sequoia Capital di pertengahan tahun tadi. Ada juga yang menyebut Rp600 miliar. Sampai sekarang Gojek masih rugi, terutama karena bonus referral. Kerugian keuangan Gojek ini dikonfirmasi oleh Nadiem Makarim, CEO Gojek. Dalam sebuah pertemuan pada Oktober lalu, Nadiem mengatakan, "Kami memang belum untung. Kalau kami untung justru kami dimarahi investor."

Investor kok tidak mau untung? Tidak masuk akal, kan?
Kalau mau yang lebih tidak masuk akal lagi, lihatlah Whatsapp. Messanger ini tidak menampilkan iklan, pun gratis tahun pertama. Biaya berlangganan di tahun berikutnya hanya $1/tahun. Itu pun bisa 'diakali' supaya gratis terus. Tapi tahun lalu Facebook membeli Whatsapp Rp222 triliun! Secara keuangan, perusahaan ini tidak pernah untung, tidak beriklan, tapi dibeli ratusan triliun.
Bisnis konvensional sulit memahami ini. Selama ini performace bisnis hanya diukur lewat angka di buku keuangan perusahaan. Kalau duitnya minus, berarti jelek. Namun dalam bisnis digital, data adalah mata uang baru. Pintu masuknya melalui jumlah user. Kalau kita sudah mendapatkan user, datanya akan siap untuk dikapitalisasi untuk apapun. Iklan hanya salah satunya. Artinya, kalau sudah punya banyak user, terserah mau kita manfaatkan untuk apapun agar menghasilkan uang. Jadi, dalam bisnis digital modal dalam bentuk uang lebih sebagai tool atau perangkat untuk mencapai target yang sebenarnya: user dan data.

Dalam startup (perusahaan rintisan) digital, hal seperti ini biasa disebut membakar uang demi mendapat user. Bukan hanya membakar lewat pemberian subsidi harga, tapi juga periklanan. Dengan investasi Rp1,2 triliun, Tokopedia bisa menempatkan iklannya di berbagai billboard Ibukota. Dengan modal Rp6,5 triliun, Mataharimall sanggup memberi diskon barang sampai 99%.
Dengan jumlah user yang banyak, valuasi atau nilai produk atau perusahaan digital otomatis akan naik. Whatsapp dengan 1 miliar pengguna dan 450 juta pengguna rutin bulanan, ketika baru dirilis tahun 2009 oleh Ian Koum hanya bermodal investasi $250 (iya, hanya $250). Dua tahun kemudian, Sequoia Capital menyuntik dana $80 juta. 2013, Sequoia menambah lagi investasi $50 juta ke Whatsapp. Sampai 2014 ia dibeli Facebook $19 miliar. Bayangkan betapa tajirnya pemilik saham Whatsapp seperti Koum dan Sequoia. Facebook 'membeli' setiap user Whatsapp seharga $42/user.

Bulan lalu saya bertemu dengan COO Kompasiana, Pepih Nugraha, di Jakarta. Beliau bertanya, "Kalau menurut hitungan Mas Hilman, berapa nilai Kompasiana?"
Anda akan terkejut dengan jawabannya. (*)

الثلاثاء، 17 نوفمبر 2015

Biografi Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As-Syinqity (Ulama Muda yang Besar Dalam Didikan Sang Ayah)

Nama beliau adalah Syaikh Al Allamah Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As Syinqity –hafidzahullah-. Dilahirkan pada tahun 1381 H di Madinah Al-Munawwarah. Ayah beliau As Syaikh Al Allamah Muhammad Al Mukhtar As Syinqity (wafat: 1405H) adalah seorang ulama besar, ahli fiqih, hadits, sastra dan Ilmu nasab. Pendidikan formalnya baik ditingkat SMP SMA hingga perguruan tinggi diselesaikan di Universitas Islam Madinah. Setelah menyelesaikan pendidikan strata satu di tahun 1403 H beliau diminta untuk menjadi dosen pembantu. Tugas itu diembannya dengan baik hingga beliau menyelesaikan pendidikan Doktoral dengan judul desertasi,"Ahkaam Al Jiraahah At Tibbiyah Wal Atsar Al Mutarattibah 'Alaiha". Sebuah desertasi yang membahas seputar hukum islam yang berhubungan dengan tindakan operasi dalam dunia medis. Berkat taufiq dari Allah desertasi beliau meraih predikat summa cumlaude dan Madinah Award untuk bidang penelitian ilmiah. hingga kini desertasi tersebut telah dicetak berulang-ulang.

Kehidupan Ilmiah

Saat ditanya perihal masa-masa menuntut ilmu, beliau menjawab: "Hakikatnya berbicara tentang diri sendiri merupakan sesuatu yang kurang baik. Namun bila harus, maka saya akan menceritakannya, semoga Allah tidak menghukumi saya karena telah mengisi majelis ini dengan kisahku, Hasbunallah wani'mal wakiil. Adapun tentang perihal masa menuntut llmu dulu, maka aku memohon semoga Allah membalas kebaikan ayahku dengan segala kebaikan.

Aku bersyukur kepada Allah yang telah membuat Ayahku melakukan banyak hal untukku. Beliau rahimahullah selalu mengajak kami -anak-anaknya- ke majelis beliau baik dimasjid nabawi atapun dirumah. Saat memberi pelajaran, aku sering tertidur dipangkuannya, waktu itu aku masih terlalu kecil. Di masjid Nabawi ayah menyampaikan pelajaran 5 kali sehari setiap selesai sholat fardhu. kecuali ba'da ashar, terkadang beliau mengkhususkan majelis khas dirumahnya. Saat usiaku memasuki 15 tahun beliau menyuruhku untuk duduk disisnya sebagai qori' membacakan pelajaran untuknya di Masjid Nabawi. Aku tau beliau sedang menguji mentalku membaca dihadapan orang banyak, beliau yakin aku bisa melakukannya, semoga aku seperti yang diharapkannya.

Di majelisnya, aku memulai pelajaranku dengan membaca kitab Sunan At-Tirmidzi. Kemudian dilanjutkan dengan Muwattho hingga selesai. Setelah itu dilanjutkan dengan sunan Ibnu Majah, namun aku tidak menyelesaikannya, karena ajal lebih dulu menjemputnya. Semoga Allah menetapkan pahala yang sempurna untuknya. Ini khusus pelajaran sebelum maghrib. Setelah pelajaran selesai biasanya penuntut ilmu yang lain akan membaca berbagai matan, mulai dari yang bertemakan bahasa, fiqih dll. Aku turut hadir dan memperhatikan penjelasannya.

Setelah Isya, Aku melanjutkan pelajaran dengan membaca Shohih muslim bersamanya. Setelah mengkhatamkannya, Aku membacanya dari awal lagi, namun beliau wafat sebelum aku menyelesaikannya. Diantara hal yg menakjubkan, beliau meninggal ketika pelajaran telah memasuki bab Fadl Al Maut Waddafnu fil Madinah (Bab Keutamaan Meninggal dan Dikebumikan di Madinah). Aku ingat waktu itu, diakhir pelajaran beliau berdo'a, padahal bukan merupakan kebiasaannya untuk berdo'a apabila melewati bab ini. Aku telah membaca hadits -keutamaan wafat dan dimakamkan dimadinah- tersebut untuknya sebanyak empat kali dari shohih bukhori, seingatku beliau tidak pernah berdo'a (secara khusus) diakhir majelisnya. Saat itu beliau dalam keadaan sehat tak ada tanda-tanda sakit. Setelah menjelaskan hadits keutaman meninggal di Madinah dan menukilkan perkataan sahabat seputar masaalah ini, beliau lalu berdo'a, "Aku memohon kepada Allah agar Dia tidak mengharamkan nikmat tersebut untuk kita" serentak para hadirin mengaminkan do'a tersebut. Karena banyaknya hadirin yang mengaminkan do'a tersebut, sampai-sampai ucapan amin mereka seperti ucapan aminnya para makmun Masjidil haram di waktu sholat.

Begitulah, Setelah fajar, beliau menyampaikan kajian hingga matahari terbit sepenggalah. Barulah setelah sholat dzuhur aku mengkaji Shohih Bukhori bersamanya sampai aku mengkhatamkannya. Setelah khatam, Aku memulainya dari awal lagi, namun untuk kali kedua ini aku tak sempat menyelesaikanya. Adapun jadwal belajar khusus disisi beliau, maka aku mempelajari Matan Ar Risaalah hingga selesai, ditambah dengan membaca sebagian besar masaalah dari kitab Bidaayatul Mujtahid. Aku selalu mencatat penjelasan Ayah. Yang kukagumi darinya, beliau –rahimahullah- memiliki pengetahuan yang luas tentang Ilmu khilaf (Ilmu tentang perbedaan pendapat ulama). Akan tetapi ketawadhu'an dan sifat wara' membuat beliau enggan merojihkan pendapat tertentu.

Di bidang Ushul, aku juga belajar darinya, namun beliau tidak terlalu suka karena banyaknya jidal (perdebatan), masaalah mantiq yang dimana diatas itulah sebagian ilmu ushul dibangun. Aku ingat apabila pembahasan Ushul mulai memasuki ranah mantiq beliau selalu berkata, "Berdirilah" sambil mendorongku. Karena beliau menilai ilmu tersebut (mantiq) haram untuk dipelajari, dan ini merupakan pendapat sebagian ulama. Walaupun Syaikhul Islam sendiri merinci permasaalahan ini.

Selanjutnya Syeikh menuturkan: Ringkasnya aku tidak mempelajari ilmu usul secara komprehensif darinya. Untuk menyempurnakan pelajaran Ushul tersebut, aku mempelajarinya pada ulama lain yang menguasai dengan baik bidang ini (Khilaf, Jadal dan Mantiq).

Dibidang Mustholah aku mengkaji beberapa mandzumah di sisi beliau. diantaranya Matan Al baiquniyah dan Thal'atul anwar. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari Tadriib Ar-Roowi.
Demikian secara ringkas yang bisa saya tangkap dari penjelasan beliau yang direkam oleh salah seorang ikhwah. Transkripnya bisa dilihat di islamway.com.

Syaikh dan Buku

Syaikh -hafidzahullah- memiliki perpustakaan besar yang merupakan warisan sang ayah. Di dalam perpustakaan tersebut terdapat berbagai macam buku cetakan kuno dan sangat langka. Beliau dikenal sebagai orang yang kutu buku. Beliau betah menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca dan muthaala'ah, hal itu dilakukannya baik saat muqim ataupun safar. Yang menakjubkan adalah kemampuan beliau dalam menghafal perkataan ulama. Syaikh Amir Qorowi mengatakan pada saya bahwa Syaikh -hafodzahullah- hafal kitab Al-I'lam Bifawaa'id Umdatul Ahkam (11 jilid) karya Ibu Al Mulaqqin –rahimahullah-.

Dikisahkan bahwa suatu kali ada seorang penuntut ilmu berdiskusi dengan syaikh dalam satu masaalah. Orang itu mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berpendapat begini dan begitu dalam masalah ini. Syaikhpun menjawab, "Aku telah membaca Majmu' Fatawa sebanyak tiga kali dan aku tidak pernah melewati perkataan tersebut". Suatu kali juga ada seseorang pernah menanyakan pada syaikh tentang masaalah yang rumit dalam fiqih Hanbaly. Beliau mengatakan lihat penjelasannya secara rinci dalam Syarh Mukhtashar Al Khiraqy karya Az Zarkasyi. Pemilik kisah berkata, "Akupun terkejut, padahal buku tersebut baru saja dicetak untuk pertama kali. Betapa cepatnya beliau menguasai buku itu. Perpaduan antara kuatnya hafalan dan muthala'ah merupan dua hal yang mulai hilang dalam tradisi keilmuan penuntut ilmu masa kini.

Akhlak Beliau

Disamping dikenal dengan keilmuan yang tinggi, beliau juga dikenal dengan akhlaknya yang baik, serta ibadahnya yang tekun. Keilmuan syaikh tak diragukan lagi. Siapa yang ingin mengetahui kedalaman ilmunya silahkan mendengarkan rekaman kajian-kajian beliau.

Para ulama besar di seantero Kerajaan mengakui keilmuannya. Penguasaannya yang baik terhadap perbedaan pendapat ulama membuat setiap orang takjub. Tak sekedar menguasai khilaf, namun beliau juga menguasai dalil dan ushul setiap madzhab. Pembaca akan dibuat semakin takjub apabila beliau mulai berdialektika untuk mematahkan hujjah setiap madzhab yang marjuh dalam masaalah tertentu. Ala kulli haal, sulit bagi saya menggambarkan semua itu.

Bagi penulis, yang paling berkesan adalah kewibawaan majelisnya. Sebagai penghormatan beliau terhadap ilmu, Syaikh tidak suka bila melihat ada penuntut ilmu yang memainkan pena bila majelis sedang berlangsung. Beliau juga tidak suka ada yang meletakkan buku diatas lantai, atau memotong penjelasannya dengan pertanyaan. Beliau tdak suka mendengar bunyi hp dll yag bisa mengganggu kewibawaan majelis ilmu.

Namun ada peristiwa yang sampai saat ini masih melekat jelas dalam ingatan penulis. Suatu hari saat beliau sedang menyampaikan pelajaran, ada seorang laki-laki tua yang datang menyalaminya, secara spontan beliau beranjak berdiri dari kursi lalu menghentikan penjelasannya untuk menyalami laki-laki tua itu dan mencium kepalanya sebagai tanda penghormatan. Murid beliau yang masih teman sekelas penulis Al Akh Muhaisin memperhatikan saya dan berkata, "Kamu kaget …? Hehe. Beliaupun menceritakan pada saya bahwa dulu ada seorang peminta-minta yang tiba-tiba mendatangi syaikh dikerumunan orang banyak, syaikh lantas memasukkan tangannya kedalam kantong dan mengambil semua isi kantongnya untuk orang tersebut tanpa memotong penjelasannya."

Padatnya rutinitas tak membuat syaikh melalaikan kewajibannya sebagai anak. Beliau sangat berbakti pada keduaorang tuanya. Beberapa dosen kami yang juga murid beliau pernah mengisahkan, "Suatu ketika, syaikh memiliki jadwal ta'lim di Jeddah, namun qaddarullah ibunya jatuh sakit, diapun berniat mengurungkan perjalanannya ke Jeddah. Namun ibunya meminta agar syaikh pergi menyampaikan ta'lim disana, Syaikh pergi dan menuruti apa kata ibunya tanpa menolak sedikitpun. Setibanya di Jeddah beliau menyampaikn beberapa patah kata di dalam majelis lalu segera kembali menemui ibunya di Madinah.

Semangat dan Kesabaran Beliau Dalam Berdakwah

Hari-hari beliau selalu disibukkan dengan ilmu, baik belajar ataupun mengajar. Sebelum ditetapkan sebagai Anggota Hai'ah Kibaar Ulama (Perhimpunan Ulama Besar) Syaikh –hafidzahullah- memiliki 3 Majelis, Majelis pertama hari Kamis di Masjid Nabawi membahas Kitab Umdatul ahkam. Majelis Kedua hari Selasa di Makkah membahas Kitab Zaad Al Mustaqni' dan Majelis Ketiga hari Rabu di Jeddah membahas kitab Sunan At Tirmidzi. Untuk menghadiri majelis-majelis tersebut Syaikh menyetir sendiri mobilnya, beliau tidak suka menyibukkan orang lain untuk melayani dirinya.

Padatnya rutinitas ditambah jauhnya jarak yang harus ditempuh kerap kali membuat beliau jatuh sakit, namun itu tak menyurutkan semangatnya. Beliau tidak berhenti mengajar, terkadang beliau meminta muridnya untuk menemaninya dalam perjalanan, namun dengan syarat agar orang yang menemaninya tersebut mau bila ongkos perjalanannya ditanggung sepenuhnya oleh beliau.

Kesabaran ini tentunya merupakan karunia Allah, kemudian hasil didikan Ayahnya yang menjadi sekolah pertamama dan utama baginya baik dalam Ilmu, Amal, Akhlak dan Semangat Dakwah. Dalam dauroh Manasik Haji tahun lalu 1434 H, beliau menceritakan pada kami tentang kesabaran ayahnya dalam melayani penuntut ilmu dan umat. Beliau berkata, " Setiap hari Ayahku selalu pulang dengan wajah yang letih, itu karena beliau mengajar dalam 5 majelis setiap harinya. Ba'd al-Fajr, ba'da Ad Dzuhr, ba'da Al ashr, ba'da Al Maghrib dan ba'da al Isya, semua itu di masjid nabawi. Pelajaran baru berakhir apabila masjid nabawi akan ditutup. Setelah itu barulah beliau kembali kerumah dengan berjalan kaki. Ini Aku saksikan sendiri selama 10 tahun terakhir aku menemaninya.

Setibanya dirumah aku mendatanginya untuk menanyakan beragam masaalah yang sulit aku fahami, ia tak pernah bosan melayaniku, ia tak pernah menampakkan rasa letihnya padaku. bahkan terkadang aku sampai berulang-ulang menanyakan masaalah yang sama hingga larut malam, namun beliau tetap saja melayaniku, ia tak pernah kesal apalagi menghardikku walau sekali saja".

Aku pernah bertemu dengan seorang tua renta yang dulunya seorang tentara, saat dia mengetahui bahwa aku adalah putra syaikh beliau tiba-tiba menangis. Orang itu lalu mangatakan, "Dulu sekitar tahun 70 an aku datang dari Baadiyah (dusun pedalaman) ke Masjid Nabawi . Saat aku tiba di Masjid Nabawi aku langsung mencari seseorang untuk menimbah ilmu. Waktu itu aku sangat haus dengan ilmu, aku bahkan tak tau bagaimana tatacara wudhu dan sholat, padahal umurku sudah 18 tahun. Aku menemui seorang syaikh, Aku sampaikan hajatku untuk menuntut ilmu, Aku ingin waktu khusus, sebab aku tidak seperti kebanyakan orang yang cepat mengerti. Rupanya aku datang tidak tepat waktu, diapun menolakku dan menghardikku dengan perkataan yang buruk. Apakah tidak ada selainmu yang bisa ku ajari…??? Begitu katanya. Akupun hampir putus asa. Dihari kedua aku mendatangi masjid nabawi lagi, setelah shalat isya aku mendapati majelis ayahmu. Waktu itu ayahmu sedang mengkaji sunan An-Nasa'I dan Shohih Muslim. Setelah pelajaran usai, aku membuntuti ayahmu dari belakang hingga beliau tiba dirumah. Setibanya dirumah dia menyuruhku masuk. Aku langsung menyampaikan hajatku, "Wahai syaikh.. Aku ingin belajar tentang Agama Allah.." Syaikh menjawab, "Ayo bismillah kita mulai sekarang..."

Syaikh berkata, "Demi Allah ini bukan tazkiyah untuknya (sang ayah), namun beliau bagai sekolah yang mengajariku kesabaran dalam mengajari manusia. Suatu ketika ayah pernah berkata padaku, "Bila ada yang datang untuk menuntut ilmu, maka bangunkan aku bila sedang tidur. Bila aku tengah makan panggillah." Para pembesar madinah di masa itu sangat mencintainya, namun bila mereka datang untuk sekedar menyalami ayah, maka aku tidak akan membangunkannya dari tidur. Namun bila yang datang itu orang yang ingin bertanya seputar agama, meski bajunya compang-camping dipenuhi tambalan aku langsung membangunkan ayah. Tak terlihat wajah kesal darinya. Yang ada hanyalah wajah yang dipenuhi rasa gembira, karena kebahagiaanya terletak pada ilmu baik saat belajar ataupun mengajar. Keteladanan ini kami sebutkan walau tentunya Rasulullah adalah sebaik-baik teladan dalam hal ini, namun sebuah kisah yang dimana diri kita adalah bagian darinya terkadang memberi arti yang lain dalam jiwa"

Demikianlah, semoga kisah ini memberi semangat baru pada kita dalam menuntut ilmu dan bersabar atasnya. Wallahu ta'ala a'lam.

Catatan:
Saat Ini Syaikh –hafidzahullah- Menjabat sebagai anggota Hai'ah Kibaar Ulama, juga merangkap sebagai Mufti Madinah Al Munawwaran dan pengajar tetap di Masjid Nabawi As Syarief.

Bagi anda yang ingin mengenal lebih dekat biografi ayah beliau silahkan merujuk ke kitab, Al Wasiith fi Taraajum Udabaa' Syinqiit". Syaikh Bakr Abu Zaid sangat mengagumi keluasan ilmu Syaikh Muhammad Mukhtar. Bahkan beliau memasukkannya kedalam kumpulan biografi Ahli nasab dalam kitaab ,"Thabaqoot An Nassaabiin"
Syaikh berkata, "Beliau -rahimahullah- memiliki majelis di bulan ramadhan yang secara khusus membahas kitab Bidaayah Wa An-Nihaayah. Beliau sangat menguasai ilmu ini (sejarah). Syaikh Ustaimin –rahimahullah- pernah berkat padaku, Ayahmu termasuk orang yang hafal Bidaayah Wa An-Nihaayah.

Diselesaikan di Jeddah Jum'at 28-04-1435 H
Ustadz Aan Chandra Thalib

Catatan saya:
Semoga Allah menjaga Syaikh, dan semoga Allah memudahkan saya dalam waktu dekat ini belajar dan menuntut ilmu langsung dengan Syaikh. Aamiin...

السبت، 31 أكتوبر 2015

Asy-Syinqithi

Sejak diminta pemerintah KSA tinggal menetap di Saudi, Syaikh Muhammad Al-Amin As-Syinqity sengaja tidak memboyong anak-anaknya ke Saudi. Dia memilih membiarkan anak-anaknya tinggal di tanah Syinqith hingga keilmuan mereka matang. Alasannya karena Syaikh takut bila nanti anak-anaknya terpengaruh dengan kemewahan hidup di KSA yang secara otomatis akan mempengaruhi himmah mereka dalam menuntut ilmu. Selama menjadi dosen di Universitas Madinah Syaikh Ahmad Mahmud Abdul Wahhab As-Syinqity hanya mengambil sedikit saja dari gaji bulanannya. Selebihnya dibagikan kepada warga miskin yang tinggal ditanah kelahirannya. Usianya saat ini kurang lebih 95 tahun, selama aku mendapinginya tak pernah kulihat ada yg mewah dalam kehidupannya. Syaikh Muhammad Al-Mukhtar, ayah dari Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As-Syinqity adalah orang yang sangat mencintai kitab-kitabnya. Dia tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam perpustakaannya karena kwatir akan merusak buku-buku berharga miliknya. Dia juga kwatir bila nanti ada bukunya yang hilang. Kewajiaban anak-anak Syinqith yang akan mendalami agama adalah menghafal Al-Quran. Itu tidak dapat ditawar. Dia tidak boleh belajar ilmu lain sebelum berhasil menghafalkan Al-Qur'an. Demikianlah faidah bincang pagi bersama ponakan guru kami tercinta Syaikh Ahmad Mahmud Abdul Wahhab As-Syinqity yang juga masih kerabat Syaikh Muhammad Al-Amin As-Syinqity -rahimahullah- Catatan: Apa yang di khawatirkan Syaikh Muhammad Al-Amin benar adanya. Yaitu ketika reyal terasa lebih menarik dari ilmu. Madinah 17-01-1437 H Ustadz Aan Chandra Thalib ACT El-Gharantaly

الأربعاء، 19 أغسطس 2015

Kuliah di LIPIA

Mau kuliah di LIPIA? yuk baca tulisan ustadz Ahmad Sarwat di bawah ini. Saya tidak tahu sumber tulisan ini, mungkin dari eramuslim.com.

LIPIA adalah kepanjangan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab. Awalnya ketika berdiri di tahun 1980, hanya merupakan sebuah ma’had, semacam lembaga kursus bahasa Arab.

Namun pada tahun 1987, LIPIA secara resmi membuka program kuliah S-1 dengan fakultas tunggal yaitu Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab. Induk dari lembaga ini sebenarnya adalah sebuah Universitas Negeri di Riyadh Saudi Arabia, yang bernama Universitas Islam Al-Imam Muhammad Ibnu Suud.

Seluruh kurikulum mengacu kepada kurikulum dari Universitas di Riyadh, termasuk juga kitab-kitab berbahasa Arab yang digunakan dan juga tenaga pengajarnya. Selain berkebangsaan Saudi Arabia, ada juga yang datang dari Mesir, Sudan, Palestina, Jordan, Somalia, Iraq dan lainnya.

Umumnya mereka adalah Profesor dan Doktor yang sudah berpengalaman mengajar di berbagai UniversiasIslam terkemuka di dunia, seperti Al-Azhar Mesir dan lainnya.

Dan otomatis semua perkuliahan disampaikan dalam bahasa Arab yang fushah. Karena dosennya tidak bisa bahasa Indonesia. Dan semua literatur yang digunakan memang mengacu kepada literatur asli peninggalan emas para ulama di masa kejayaan Islam.

Namun untuk bisa masuk ke jenjang kuliah S-1, seorang calon mahasiswa disyaratkan telah lulus beberapa program sebelumnya, yaitu program persiapan bahasa (i’dad lughawi) dan persiapan Universitas (takmili).

Meski cuma program persiapan bahasa, namun bentuknya kuliah juga, sama nantinya dengan kuliahS-1. Program persiapan bahasa berjumlah 4 semester atau dua tahun. Perkuliahannya dimulai sejak jam 07.00 s/d 12.00, seminggu 5 hari kerja, dari hari Senin sampai hari Jumat.

Yang menarik, untuk bisa diterima di bangku kuliah persiapan bahasa, seorang calon mahasiswa harus bersaing dengan calon lainnya. Di zaman kami dulu, dari dua kelas yang tersedia, sekitar 80 kursi, jumlah yang memperebutkannya sampai 1.500-an orang. Itu pun harus antri sejak shubuh untuk sekedar bisa mendapat nomor pendaftaran.

Test yang dilakukan ada dua, test tertulis dan test lisan. Banyak yang gugur ketika mengikuti test tertulis, karena soalnya ternyata tidak tertulis melainkan suara kaset berbahasa Arab. Jadi telinga kita harus peka mendengarkan soal dibacakan dalam bahasa Arab lewat kaset itu. Lalu jawabanya baru kita isikan di lembar jawaban.

Maka berguguranlah ratusan calon mahasiswa. Yang lulus, namanya akan terpampang di dinding gedung LIPIA dan harus segera ikut test lisan.

Test lisan lebih gawat lagi. Satu orang calon mahasiwa ‘dikeroyok’ oleh dua sampai tiga orang Arab yang berjenggot, ditest hafalan Quran 2 juz yang diacak ayat-ayatnya. Lalu diminta membaca sebuah buku berbahasa Arab yang gundul alias tidak berharakat, setelah itu ditanya ini itu tentang apa yang kita baca barusan. Tentu saja ditanya pakai bahasa Arab dan menjawabnya pun pakai bahasa Arab pula.

Selesai tema isi buku, dosen-dosen Arab itu melanjutkan dengan’interogasi’ tentang wawasan kita terhadap ilmu-ilmu agama, lagi-lagi pakai bahasa Arab. Maka pada test ini, banyak calon mahasiswa yang bermandi keringat, “Wah, kayak menghadapi malaikat Munkar dan Nakir”, kata salah seorang teman sambil bercanda di waktu itu saking takutnya.

Sebenarnya pada dosen berkebangsaan Arab itu tidak galak atau killer, mereka sangat ramah dan tahu bahwa pengetahuan bahasa Arab kami pas-pasan. Mereka sering membantu untuk menjawab pertanyaan yang mereka buat sendiri. Tapi namanya mental sudah anjlog, banyak yang menyerah.

Tapi teman-teman yang lain banyak yang sudah punya persiapan, semacam bimbingan tes. Jadi semua soal yang biasanya digunakan sudah dilatih duluan, termasuk latihan test lisan itu. Jadi tidak sedikit yang ketika ditanya ini dan itu, mereka menjawab dengan santai, bahkan ada yang sambil bercanda dan tertawa-tawa. Wah, yang begini kayaknya pasti lulus. Sebab secara praktis, mereka sudah bisa ngobrol dengan orang Arab, pakai bercanda segala pula.

Lalu tibalah hari pengumuman, semua calon mahasiswa datang ke LIPIA dengan berdebar-debar. Kebanyakan mereka datang dari daerah, yang anak Jakarta paling dua atau tiga orang saja. Jadi pemandangannya menarik sekali. Banyak di antara mereka yang sudah sekalian membawa koper atau tas, seandainya tidak diterima, ya langsung pulang kampung.

“Suasananya persis suasanayaumul hisab”, komentar seorang teman. Setiap orang deg-degan menunggu-nunggu apakah lolos keterima atau tidak. Lalu dari Syu’unit Tullab keluar pak Zaini membawa lembar pengumuman dan di tempat lagi di dinding gedung. Lalu terlihat pemandangan yang beraneka rupa, ada yang meloncat-loncat kegirangan, ada yang duduk lesu, ada langsung angkat tas menuju terminal, ada juga bengong saja.

Kuliah di LIPIA


Kuliah di LIPIA memang kuliah yang intensif. Jam kuliah begitu padat, persis ketika kita sekolah di SMA dulu. Masuk jam 07.00 pagi dan pulang jam 12.00. Sehari 5 sessi, tiap sessi 50 menit. Jadi antara sesi satu dengan sessi lain, diberi jeda hanya 5 menit saja, sekedar memberi kesempatan para dosen berganti kelas.

Di kelas persiapan bahasa, materi kuliahnya memang terkonsentrasi pada penguasaan 4 sisi kemahiran berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Salah satu kelebihan program ini, yang mengajar memang orang Arab semua, sehingga taste (dzauq) bahasa Arab benar-benar terasa.

Banyak teman yang tadinya sudah merasa bisa bahasa Arab, ternyata salah dalam ta’bir dan harus diperbaiki. Karena sewaktu di pesantren dulu, guru mereka yang bukan orang Arab itu mengajarkannya keliru. Yah, namanya saja bukan orang Arab, tetap saja taste nya beda.

Satu yang menarik ketika kuliah di LIPIA, setiap mahasiswa diberi uang saku setiap bulan. Kalau mahasiswa program persiapan bahasa, uang sakunya hanya 100 real (kurs 1 real = Rp 2.500- Rp3.000). Tapi kalau program Persiapan Universitas dan Program S-1, uang sakunya lumayan, karena jumlahnya 2 kali lipat, yaitu 200 real.

Enak banget ya, sudah kuliah gratis, tanpa uang pendaftaran, uang gedung, sumbangan ini itu, lalu dibayar pula. Dan lebih dari semua itu, semua buku dan kitab juga dibagikan gratis. Cuma makan saja yang tidak gratis. Pantas saja peminatnya membludak. Dan seingat kami, seumur-umur kuliah di LIPIA, belum pernah membayar uang kuliah walau cuma seratus perak.

Ruang kelas ber-AC, perpustakaan luas, tiap hari masuk ‘bioskop’ alias laboratorium bahasa. Bahkan yang asalnya dari daerah, disediakan kos-kosan gratis.

Tapi disiplin yang ditegakkan juga ketat. Tiap ganti jam pelajaran, dosen akan mengabsen ulang. Wah, kayak anak SD. Tapi kalau dipikir-pikir, memang harus begitu menghadapi kebiasan bangsa kita yang terkenal tidak disiplin. Jumlah absen nanti akan mempengaruhi nilai mukafaah (uang saku) dan juga kalau melebihi 25% toleransi, bisa dihukum tidak bisa ikut ujian akhir. Akhirnya bisa tinggal kelas, atau malah DO sekalian.

Masuk Takmili


Lulus kuliah di persiapan bahasa (i’dad lughawi) adalah syarat untuk mendaftar ke program persiapan Universtias (takmili). Dan lulus dari program takmili adalah syarat untuk bisa mendaftar di program S-1 Fakultas Syariah.

Untuk masuk ke takmili, ‘ritual’ serupa harus dilakukan kembali. Tidak ada jaminan bagi lulusan i’dad lughawi untuk langsung diterima di takmili. Justru mereka akan diseleksi ulang. Test lagi secara tertulis dan secara lisan.

Kali ini titik tekannya adalah pada kekuatan sastra bahasa Arab dan sebagain dasar dari ilmu-ilmu keIslaman. Syaratnya hafal dua juz Al-Quran, mahir berbahasa Arab, menguasai dasar-dasar ilmu-ilmu syariah.

Di program takmili kita akan berkenalan dengan sekian banyak sastra arab, termasuk syi’ir jahili seperti Imru’ul Qais, hingga sastra Arab modern seperti Al-Manfaluthi dan jajarannya.

Payahnya, semua harus dihafal luar kepala dan diurai satu persatu. Dosen meminta kita maju ke depan untuk membacakan syair-syair itu yang terkadang jumlahnya bisa sampai 50 bait. Masih disuruh menjelaskan kata perkata, bait per bait dan kekuatan bahasa dari masing-masing ungkapan yang digunakan oleh penyair. Wah, tampang kami sudah mirip penyair semua.

Awalnya kami bingung, mau belajar agama kok malah disuruh menghafal syair, mending menghafal nasyid atau sekalian Al-Quran. Ternyata kita dilatih untuk menguasai bahasa Arab bukan hanya percakapan tapi juga kekuatan bahasa dan sastra. Konsiderannya, dua sumber agama Islam itu merupakan sastra yang indah dan level tinggi. Percuma bicara Islam atau sok jadi tokoh Islam tapi tidak mengerti kekuatan bahasa keduanya. Percuma kalau hanya sekedar baca terjemahan.

Maka makin semangatlah kami belajar menghafal syair jahili dan Islami sekaligus. Hingga lulus dan selesai selama 1 tahun penuh.

Masuk Fakultas Syariah


Setelah tiga tahun berturut-turut menyelam di persiapan bahasa dan persiapan universitas, akhirnya sampai juga di bagian yang paling susah. Bagian program S-1 yang mensyaratkan hafal 3 juz Quran dan kemampuan pemahanan ilmu syariah yang jauh lebih dalam.

Testnya tetap sama, yaitu test tulisan dulu baru kemudian test lisan. Hasilnya, yang berguguran cukup banyak yang masuk hanya beberapa orang saja satu kelas.

Di Fakultas Syariah, nyaris semua cabang ilmu keIslaman diajarkan. Ada mata kuliah Fiqih yang berjumlah40 SKS, sehingga setiap hari ada mata kuliah itu, sejak dari semester 1 sampai semester 8. Kitab yang dipakai adalah kitab fenomenal Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid karya Ibnu Rusyd Al-Hafid.

Ada mata kuliah Ushul Fiqih yang berjumlah32 SKS sehingga dalam seminggu ada 4 hari mata kuliah itu diajarkan. Kitabnya cukup bikin mumet, yaitu Raudhatun Nadhir

Ada juga mata kuliah Tafsir yang berjumlah20 SKS dan tiga hari seminggu diajarkan. Kitabnya adalah Fathul Qadir karya Asy-Syaukani.

Ada Hadits Ahkam jumlah SKS-nya sama Tafsir (20 SKS). Kitabnya adalah Subulus Salam karya Ash-Shan’ani. Kitab ini adalah syarah (penjelasan) dari kitab Bulughul Maram.

Masih juga ada mata kuliah Nahwu yang berjumlah 24 SKS. Kitabnya Audhahul Masalik yang merupakan syarah dari matan Alfiyah Ibnu Malik. Juga ada mata kuliah Al-Quran yang intinya tahsinut tilawah dan tahfidz. SKS-nya 12, targetnya sampai lulus S-1, kita menghafal 8 juz Al-Quran.

Selain itu juga ada mata kuliahQawaid Fiqhiyyah4 SKS, Faraidh8 SKS, Teks Sastra 4 SKS, Balaghah 2 SKS, Ushul Tarbiyah 2 SKS, Tarbiyah Islamiyah 2 SKS, Metodologi Mengajar 4, Ilmu Jiwa-Jiwa SKS, Riset 4 dan Kultur Islam 4 SKS.

Jadi totalnya 200 SKS. Lebih banyak dari umumya kuliah S-1 di negeri kita yang umumnya hanya sekitar 150-an SKS.

Lembaga pendidikan sebesar ini dan sebagus ini, ternyata bukan milik pemerintah Indonesia, tetapi milik Saudi Arabia. Hasil dari kesepakatan antara dua pemerintah. Lulusan dari LIPIA ini sekarang banyak yang terjun di dunia dakwah, mulai dari majelis taklim, pesantren, ma’had, penerbitan pers, pegawai negeri, dosen sampai ke kursi DPR.

Detail lebih jauh tentang lembaga ini sebenarnya bisa dibuka di situs mereka, yaitu www.lipia.org, walaupun belum selengkap yang kita harapkan. Banyak link yang mati, nampaknya situs ini tidak diurus dengan benar. Dan berita terkininya hari Rabu, 17-Mei-2006. Berarti sejak dua tahun yang lalu situs ini tidak diurus? Ittaqillah ya Syeikh

Kenapa Hanya Ada Satu LIPIA


Mengingat pentingnya lembaga pendidikan seperti LIPIA, muncul banyak permintaan, kenapa cuma ada satu LIPIA dengan jumlah kursi yang terbatas.

Jawabnya tentu kita kembalikan kepada pemerintah Saudi Arabia. Karena yang punya LIPIA bukan negara kita. Jadi terserah kepada mereka. Mungkin buat negara itu, cukuplah LIPIA satu saja di Indonesia. Sebab negara lain seperti Malaysia pun juga tidak ada LIPIA.

Konon hanya beberapa negara yang beruntung bisa ada kerjasama dengan pemerintah Saudi Arabia. Kalau tidak salah di Jepang, Washington, dan ada beberapa negara lagi.

Departemen Agama Membangun LIPIA?


Semoga ke depan model lembaga pendidikan seperti ini bukan hanya LIPIA milik pemerintah Kerajaan Saudi Arabia saja, tapi juga bisa diklonning oleh Departemen Agama RI dari segi kualitas dan integritas dan keseriusannya.

Mungkin ada yang bertanya, memangnya Departemen Agama RI punya duit?

Lho, Departemen Agama RI sangat punya uang berlebih untuk mendirikan lembaga seperti LIPIA. Bahkan sepuluh buah pun bisa dibangunnya. Asalkan duitnya tidak lari ke tempat-tempat yang tidak jelas, seperti yang selama ini terjadi. Pukul kasar saja, bagaimana mungkin seorang mantan Menteri Agama bisa mendekam di dalam hotel prodeo hingga hari ini, kalau bukan karena duit-duit tidak jelas dalam jumlah yang fantastis.

Lalu wajar dong kalau kita berpikir, Itu yang ketahuan, lalu yang tidak ketahuan? Logikanya lebih banyak lagi kan. Kalau semua itu dijalankan oleh orang jujur, kita bisa saja mendirikan universtias yang jauh lebih hebat dan lebih berkualitas dari LIPIA, bukan cuma gedungnya, tapi kualitas kurukulum, kulitas dosen dan kualias lulusannya.

Tapi kalau mau yang lebih fantastis, ada juga universitas yang swasta penuh, namun jauh lebih besar dan lebih punya nama ketimbang LIPIA, yaitu Al-Azhar di Mesir, kampus tempat si Fahri belajar. Suatu ketika nanti coba kita bahas di forum ini tentang the Amazing Al-Azhar. Insya Allah.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.