الخميس، 9 فبراير 2017

Apakah Go-Pay dan Go-Food itu Riba?



TULISAN INI ADALAH TULISAN LAMA. DIKARENAKAN ATURAN YANG ADA DI GO-PAY SUDAH ADA PERUBAHAN MAKA TULISAN DI BAWAH INI TIDAK BERLAKU LAGI UNTUK MENILAI HUKUM SYAR'I GO-PAY. 

UNTUK TULISAN TERBARU SILAKAN KLIK LINK BERIKUT INI:


***

Apakah Go-Pay itu Riba?


Ustadz Ichwan Muslim:
Sebagai ralat atas broadcast yang kami share sebelumnya, yaitu artikel yang tercantum di link berikut: http://sekolahmuamalah.com/riba-pada-ojek-online/ dengan ini kami menyampaikan bahwa:

#1 Mekanisme pengisian Go-Pay adalah user mengisi saldo Go-Pay dengan melakukan transfer via bank atau top-up via driver. Nominal uang yang ditransfer akan diganti dengan saldo elektronik.

#2 Deposit saldo elektronik ini yang akan digunakan untuk membayar jasa driver ojek. Pemotongan saldo disesuaikan dengan perhitungan yang berasal dari aplikasi.

#3 Diskon atas deposit saldo elektronik yang dilakukan, tidak bisa dipandang sebagai 'riba' karena tidak adanya akad hutang-piutang yang terjadi dan pada dasarnya yang menjadi objek pertukaran adalah saldo elektronik dengan "jasa ojek" yang tidak termasuk sebagai komoditi ribawi. Dengan demikian hukum-hukum riba tidak dapat diberlakukan dalam transaksi ini. Demikian koreksi kami atas broadcast sebelumnya. (BC WA Ustadz Ichwan Muslim)

***

Benarkah Ada Riba Pada Ojek Online?

Hukum adalah cabang dari mindset terhadap objek hukumnya. Jika mindsetnya keliru, dipastikan kesimpulan hukumnya pun akan keliru.

Telah viral sebuah tulisan dalam kasus muamalah yang tengah aktual sekarang ini, yaitu fitur Go Pay sebagai alat pembayaran yang diterbitkan oleh perusahaan Go Jek untuk keperluan pembayaran layanan-layanan Go Jek seperti Go Food, Go Ride, Go Mart dan lain-lain. Di dalam tulisan tersebut disimpulkan bahwa fitur Go Pay mengandung riba, jika ada manfaat yang didapatkan oleh user atau pemilik saldo diluar layanan yang semestinya.

Kesimpulan hukum yang dibuat itu dibangun diatas mindset bahwa pembelian saldo Go Pay sama dengan qard (utang), sama halnya dengan saldo rekening di bank. Penulisnya menganggap Go Pay semacam Bank.

Yang kiranya perlu diamati disini adalah, apakah benar saldo Go Pay sama dengan saldo di rekening bank?

Saldo di rekening bank jelas berstatus sebagai qard. Karena ia hakikatnya adalah uang tunai yang kita simpan di bank, dan kapan saja kita bisa menariknya dalam bentuk uang tunai pula seperti pertama kali kita menyetorkannya.

Hal ini berbeda dengan saldo Go Pay, dimana ia hanya dapat digunakan untuk biaya yang hanya berkaitan dengan layanan-layanan tertentu saja seperti yang telah dijelaskan diatas.

Dari kesimpulan itu, hemat saya, saldo Go Pay bukan qard, pembelian saldo itu lebih dekat kepada gambaran jual beli salam. Uang yang diberikan merupakan pembayaran dimuka untuk jasa (seperti untuk pembayaran Go Ride) atau barang (seperti untuk pembayaran Go Mart) yang nanti akan diterima oleh pembeli manakala ia menggunakan saldo tersebut.

Mengapa saldo Go Pay tidak bisa dikatakan sebagai qard? alasan paling mendasar adalah karena saldo itu tidak bisa dicairkan ke dalam uang tunai atau ditransfer kembali ke rekening bank kita, sementara pengertian qard itu sendiri adalah,

أن يدفع المقرض للمقترض عينا معلوما من الأعيان المثلية الي تستهلك بالانتفاع بها ليرد مثلها

“Seorang kreditur memberikan sebuah barang/uang (yang memiliki padanan) kepada seorang debitur untuk dimanfaatkan dan dikembalikan dalam bentuk padanannya.” (Ushul Fi al Riba, hal. 213)

Berbeda dengan definisi qard diatas, saldo Go Pay tidak bisa dikembalikan dalam bentuk uang tunai. Karenanya saldo Go Pay tidak bisa dihukumi seperti qard. Ia hakikatnya seperti Kartu Belanja yang diterbitkan oleh suatu toko untuk mengikat para konsumennya.

Dalam penjelasan tentang Kartu Belanja Ustadz DR. Erwadi Tarmidzi, MA hafidzahullah mengatakan,

“Kartu belanja berbeda dengan cek, karena cek dapat dicairkan dan ditukar dengan uang tunai, sedangkan kartu belanja tercantum pada kartu tersebut, “bahwa kartu ini tidak dapat ditukar dengan uang tunai.” Hanya dapat digunakan untuk berbelanja pada toko yang menerbitkannya.” (Harta Haram Muamalat Kontemporer, hal. 587)

Beliau juga mengatakan,

“Dalil pendapat ini (pendapat kedua): Hakikat kartu belanja dalam tinjauan fikih adalah tanda bukti uang yang diberikan dalam akad salam, yaitu uang dimuka dan barang diterima kemudian.” Beliau kemudian menguatkan pendapat yang kedua ini. (Idem, hal. 588)

Saldo Go Pay juga memiliki kemiripan dengan kartu pulsa.

Ketika menjelaskan gambaran kartu pulsa, Ustadz DR. Erwandi Tarmizi, MA berkata,

“Tidak benar bahwa kartu pulsa sama dengan dokumen utang, karena utang dalam terminology fikih harus dikembalikan barang yang sejenis, bila pinjam uang yang dikembalikan haruslah uang. Berbeda dengan kartu pulsa, yang diberikan kepada perusahaan penerbit kartu adalah uang sedangkan perusahaan tidak mengembalikan uang kepada pembeli, yang dikembalikan perusaan hanya lah jasa pelayanan telekomunikasi.”  (Idem, hal. 585)

TULISAN INI ADALAH TULISAN LAMA. DIKARENAKAN ATURAN YANG ADA DI GO-PAY SUDAH ADA PERUBAHAN MAKA TULISAN DI BAWAH INI TIDAK BERLAKU LAGI UNTUK MENILAI HUKUM SYAR'I GO-PAY. 

UNTUK TULISAN TERBARU SILAKAN KLIK LINK BERIKUT INI:


Dalam saldo Go Pay, yang dikembalikan oleh perusahaan Go Jek sebagai penerbit fitur Go Pay adalah layanan-layanan yang tertera saja.

Jika demikian, fasilitas yang diberikan oleh Go Jek seperti potongan harga dan lain-lain, tidak bisa disimbulkan sebagai Riba.

Wallahu A’lam.

Abu Khalid Resa Gunarsa – Subang, 10 Februari 2017

Apakah Go-Food itu Riba?



TULISAN INI ADALAH TULISAN LAMA. DIKARENAKAN ATURAN YANG ADA DI GO-PAY SUDAH ADA PERUBAHAN MAKA TULISAN DI BAWAH INI TIDAK BERLAKU LAGI UNTUK MENILAI HUKUM SYAR'I GO-PAY. 

UNTUK TULISAN TERBARU SILAKAN KLIK LINK BERIKUT INI: