الاثنين، 2 يوليو 2018

Pak AR

Pak AR Namanya Abdul Rozak Fachrudin. Orang Yogya memanggilnya Pak AR. Tubuhnya gemuk, mukanya agak bundar. Suaranya berat, tapi enak didengar. Saya pernah kos di "rumah"nya di Jl Cikditiro 19 A, selama hampir 2 tahun.

Di awal-awal kos, sungguh aku tidak tahu siapa itu Pak AR. Saya nglamar kos di situ karena diberitahu oleh sobat Ikhsan Haryono, mhswa matematika UGM, teman kelasku.Saya baru "ngeh" siapa itu Pak AR ketika Supodo -- mhsw Fak Tehnik Kimia UGM -- memberitahu siapa gerangan beliau.

Waktu itu saya tanya, kok banyak sekali kartu lebaran dari orang besar sih Pak Podo, siapa sebenarnya Pak AR? Aku lihat di meja depan kamarku kartu lebaran dari Pak Harto, Pak Wapres Umar Wirahadikusuma, Menteri Agama Alamsjah, Menteri Sosial, dan banyak lagi. "Simon, Pak AR itu orang besar. Pak harto saja sangat hormat kepada Pak AR," kata Pak Podo. Pak AR itu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah -- tambah Pak Podo. Oh, saya baru tahu siapa Pak AR setelah pemberitahuan Pak Podo tersebut. Kenapa demikian? Karena keseharian hidup Pak AR sangat sederhana. Kemana-mana naik Yamaha warna oranye engkel tahun 70-an. Suaranya sudah kretek-kretek karena terlalu tua. Apalagi kalau boncengan sama Bu AR, joknya gak cukup sampai bokong Bu AR nyaris menduduki lampu belakang motor. Ya, hanya motor Yamaha butut itulah kendaraan miliknya.

Makanan keluarga Pak AR juga sama dengan anak-anak kos. Tahu tempe sayur lodeh, sesekali ada telur dan ikan. Anak-anak kos yang orang tuanya kaya seperti bang Udin (Kedokteran UGM) jarang makan di rumah. Ia makan di warung Padang di Terban. Suatu ketika, saat kultum usai salat Maghrib, Pak AR bercerita ada orang PT ASTRA datang mau memberi hadiah mobil Toyota Corolla DX tahun terbaru (1980) untuk Pak AR. "Piye, nyopir mobil saja nggak bisa. Parkirnya sulit. Repot kalau bawa mobil apalagi kalau harus masuk ke kampung-kampung di pinggir Kalicode untuk ceramah. Jalannya sempit gak bisa untuk mobil," kata Pak AR. Saya terpaksa menolaknya, ungkapnya enteng.

Pak AR juga pernah bercerita ditawari jabatan Menteri Agama berkali-kali oleh Pak Harto. Pak AR tetap menolaknya. "Saya sudah cukup ngurusi Muhammadiyah saja Pak Harto, terimakasih" katanya. Meski demikian bukan berarti Pak AR gak pernah minta bantuan kepada Pak Harto. Sehabis kultum Subuh, Pak AR bercerita. Beberapa hari lalu saya kirim surat ke Pak Harto. Isi suratnya sedikit sekali. "Pak Harto, Muhammadiyah akan bangun universitas di Yogya. Menawi Bapak kerso monggo," itulah surat Pak AR kepada Pak Harto. Tak lama kemudian, Pak AR ditelpon ajudan presiden. Ada titipan dari Pak Harto untuk Pak AR. Benar, ada titipan cek yang cukup besar. Cek itu semua diserahkan ke kepada Panitia Pembangunan UMY.

Pak AR juga bercerita sering mendamaikan konflik antara militer dan tokoh-tokoh Islam. "Mendamaikannya cukup memakai tata krama Jawa yang halus," kata Pak AR. Kalau mentok, yo ngomong ke Pak Harto. Kalau udah ke Pak Harto semuanya selesai. Hubungan Pak AR dan Pak Harto memang sangat dekat. Komunikasinya pakai bahasa Jawa. Pak Harto sangat menyukai Pak AR karena beliau tak pernah meminta apa pun untuk kepentingan pribadi. Tawaran menteri, jabatan, komisaris, mobil, rumah dari Pak Harto selalu ditolaknya. Kecuali untuk Muhammadiyah.

Pak AR selalu ingat pesan KH Ahmad Dahlan: Hidup-hidupkan Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.

Pak AR tak pernah mau dikasih amplop kalau ceramah di mana pun. Beliau paling suka kalau diundang orang-orang kecil di lembah Kali Code. "Kalau bukan saya yang ke Kalicode siapa lagi," ungkapnya. Aku selalu ingat pesan Pak AR. "Belajarlah untuk tidak mencintai dunia. Allah itu sangat pencemburu," ujar Pak AR. . Kalau hatimu dipenuhi cinta dunia, kata Pak AR, di mana tempat Allah di hatimu? Njih Pak,, kulo manut! Salam untuk teman-teman sekosan Cikditiro 19 A (Pak Rizal Opek, Pak Agus Purwantoro, Bang Udin, Pak Podo, Pak Didi Hilman, Pak Yanto, dll)

Dari: Sdr Simon Syaefudin
Sumber: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=265897747100704&id=100010414413804

0 التعليقات:

إرسال تعليق