Mahrom adalah...
Tulisan ini adalah terjemahan dari tulisan ustadz Faruq Sinambela -semoga Allah menjaganya- seputar mahrom menurut mazhab syafii.
Tulisan beliau tentang mahrom ini aslinya ditulis dengan bahasa arab, kemudian ustadz Rudy Fachruddin menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Islam memberikan batas-batas dan aturan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu yang paling penting di dalamnya adalah berkaitan dengan interaksi antara lawan jenis, laki-laki dan perempuan. Islam membuat dua kategori lawan jenis bagi setiap orang, yaitu mahram dan Ajnaby. Kedua kategori tersebut menghasilkan batas interaksi yang berbeda, sederhananya mahram adalah kategori lawan jenis yang memiliki hubungan tertentu dengan seseorang, sehingga ia tidak boleh dinikahi. Selain itu ada batas-batas interaksi yang diperbolehkan dengan lawan jenis dalam kategori mahram, tetapi ia terlarang dengan lawan jenis kategori Ajnaby.
Kriteria dan hukum-hukum yang berkaitan dengan mahram adalah permasalahan yang dibahas secara mendalam dalam kajian fiqih. Pada pembahasan ini kita akan menjelaskan tentang batas-batasan mahram menurut mazhab Syafi’iy.
1. Mahram dari sisi batas berlakunya terbagi kepada dua pembagian. Pertama adalah mahram تأبيد (abadi), maksudnya adalah hubungan mahram yang tidak akan dibatalkan dengan sebab apapun. Kedua, mahram مؤقّت (terbatas waktu) yaitu ikatan mahram yang bisa saja batal oleh sebab-sebab tertentu.
2. Mahram berdasarkan sebab-sebabnya terbagi kepada tiga, yaitu mahram karena sebab nasab atau keturunan, mahram karena sebab Ridha’ atau persusuan, dan mahram karena sebab Mushaharah atau rumah tangga. Pada pembahasan ini hanya dijelaskan tentang mahram karena sebab nasab saja.
3. Mahram تأبيد bagi laki-laki karena sebab nasab ada tujuh yaitu: al-Ummuhāt (mencakup ibu, nenek dari pihak ibu maupun ayah dan seterusnya ke tingkat generasi berikutnya), al-Banāt (mencakup anak perempuan dan cucu perempuan dan seterusnya pada tingkat generasi di bawahnya), al-akhawāt (saudara perempuan baik seayah seibu maupun salah satunya saja), al-’ammāt (bibi atau saudara perempuan dari ayah kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), al-Khālāt (bibi atau saudara perempuan dari ibu kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), Banāt al-Akh (anak perempuan dari saudara laki-laki yang seayah seibu maupun salah satunya saja), dan Banāt al-Ukht (anak perempuan dari saudara perempuan yang seayah seibu maupun salah satunya saja).
4. Definisi dari al-Ummuhāt adalah:
كلّ من ولدتك أو ولدت من ولدك
Artinya: setiap” orang yang melahirkanmu” atau “melahirkan orang yang kamu lahir darinya”.
5. Definisi dari al-Banāt adalah
كلّ من ولدتها أو ولدت من ولدها
Artinya: setiap” orang yang lahir darimu” atau “orang yang lahir dari orang yang lahir darimu”
6. Definisi dari al-akhawāt adalah:
كلّ أنثى شاركتك فى أصليك أو أحدهما
Artinya: setiap perempuan yang membersamaimu dalam dua orang tuamu atau salah satunya.
7. Definisi dari al’ammāt adalah
كلّ أنثى شاركت أباك فى أصليه أو فى أحدهما
Artinya: setiap perempuan yang membersamai ayah mu dalam dua orang tua mereka atau salah satunya.
8. Definisi dari al-Khālāt adalah:
كلّ أنثى شاركت أمّك فى أصليه أو فى أحدهما
Artinya: setiap perempuan yang membersamai ibumu dalam dua orang tua mereka atau salah satunya.
9. Definisi dari Banāt al-Akh adalah:
كلّ أنثى لأخيك عليها ولادة مباشرة أم بواسطة
Artinya: setiap perempuan yang memiliki hubungan wiladah (peranakan) dari saudara lakimu baik langsung (anak langsung dari saudara) atau dengan perantara (keturunan dari saudara)
10. Definisi dari Banāt al-Ukht adalah:
كلّ أنثى لأختك عليها ولادة مباشرة أم بواسطة
Artinya: setiap perempuan yang memiliki hubungan wiladah (peranakan) dari saudara perempuanmu baik langsung (anak langsung dari saudara) atau dengan perantara (keturunan dari saudara)
11. Mahram Ta’bīd bagi perempuan karena sebab nasab juga ada tujuh yaitu: al-Abā’ (mencakup ayah, kakek dari pihak ibu maupun ayah dan seterusnya ke tingkat generasi berikutnya), al-Abnā’ (mencakup anak laki-laki dan cucu laki-laki dan seterusnya pada tingkat generasi di bawahnya), al-Ikhwān (saudara laki-laki baik seayah seibu maupun salah satunya saja), al-A’’mām (paman atau saudara laki-laki dari ayah kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), al-Akhwāl (paman atau saudara laki-laki dari ibu kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), Abnā’ al-Akh (anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah seibu maupun salah satunya saja), dan Abnā’ al-Ukht (anak laki-laki dari saudara perempuan yang seayah seibu maupun salah satunya saja). Definisi dari ketujuh istilah tersebut sama seperti penjelasan tentang mahram nasab bagi laki-laki, hanya saja jenis kelaminnya diganti.
12. Mahram Mua’qqat adalah ikatan mahram temporal, jadi ikatan mahram tersebut hanya mengharamkan pernikahan saja tetapi tidak membolehkan interaksi seperti melihat aurat atau bersentuhan sebagaimana mahram تأبيد.
13. Mahram Mua’qqat bagi laki-laki adalah:
a. dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan saudaranya (saudara ini berlaku baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau saudara sepersusuan).
b. dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan al’ammāt-nya (bibi: saudara perempuan dari ayah baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau sepersusuan).
c. Dilarang memilki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan al-Khālāt-nya (bibi: saudara perempuan dari ibunya baik saudara seayah seibu maupun salah satunya atau sepersusuan).
d. Dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan Banāt al-Akh-nya (anak perempuan dari saudara laki-laki yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan)
e. Dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan Banāt al-Ukht (anak perempuan dari saudara perempuan yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan).
Sederhananya Mahram Mua’qqat bagi laki-laki adalah kerabat perempuan dari istrinya yang disebutkan di atas yang tidak dapat dinikahi selama kita ia masih terikat pernikahan dengan istri nya, seandainya ikatan pernikahan itu putus dengan sebab kematian istri atau perceraiann maka Mahram Mua’qqat tersebut menjadi orang Ajnaby seperti biasa.
14. Mahram Mua’qqat bagi perempuan adalah:
a. Saudara dari suaminya (baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau saudara sepersusuan).
b. ‘Amm dari suaminya (paman: saudara laki-laki dari ayah suaminya baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau sepersusuan).
c. Khāl dari suaminya (paman: saudara laki-laki dari ibu suaminya baik saudara seayah seibu maupun salah satunya atau sepersusuan)
d. Ibn al-Akh dari suaminya (anak laki-laki dari saudara laki-laki suaminya yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan)
e. Ibn al-Ukht dari suaminya (anak laki-laki dari saudara perempuan suaminya yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan).
Berkaitan dengan Mahram Mua’qqat bagi perempuan tidak perlu disebutkan tentang larangan memilki iktana pernikahansecara berbarengan, mengingat seorang perempuan memang tidak dapat memiliki ikatan pernikahan dengan lebih dari satu orang dalam satu waktu pada keadaan apapun.
Penyebab munculnya ikatan mahram selain disebabkan karena nasab adalah persusuan, atau dalam bahasa fiqih diistilahkan dengan رِضَاع (Ridha’), pembahasan berkaitan dengan mahram persusuan lebih rumit daripada mahram nasab. Berikut beberapa rangkuman penting berkaitan mahram persusuan menurut mazhab Syafi’iy:
1. Ada tiga pihak yang terlibat dalam mazhab persusuan, tiga pihak tersebut adalah:
a. المرضع (al-Murdhi') yaitu ibu yang menyusui.
b. الرضيع (al-Radhi’) yaitu anak yang menyusu.
c. dan صاحب اللبن (Shāhib al-Labn) yaitu suami dari ibu yang menyusui, dimana air susu dari si ibu keluar dari hasil hubungan intim dari suami tersebut, oleh karena itu suaminya disebut dengan “pemilik air susu” karena memang sejatinya air susu tersebut keluar melalui hubungan badan dengan dirinya sebelumnya.
Terjadinya Ridha’ atau persusuan memberikan pengaruh ikatan mahram kepada tiga pihak tersebut.
2. Dari pihak al-Murdhi' (ibu susu) yang menjadi mahram bagi anak susu-nya terbagi kepada tiga, yaitu:
a. أصل mencakup ibu dari ibu susu-nya dan ke atas seterusnya.
b. فروع mencakup anak keturunan dari ibu susu-nya.
c. حواشى mencakup saudara dari ibu susu-nya dan bibi dari ibu susunya.
3. Dari pihak al-Radhi’ (anak susu) yang menjadi mahram bagi orangtua susu-nya hanya satu yaitu فروع, artinya yang menjadi mahram bagi orangtua susu-nya hanyalah anak keturunan dari anak susu.
4. Dari pihak Shāhib al-Labn (ayah susu atau suami ibu susu)yang menjadi mahram sama seperti ketentuan yang berlaku pada pihak al-Murdhi'.
5. Istri dari anak susu tidak halal bagi ayah susu, begitu juga suami dari anak susu tidak halal bagi ibu susu.
6. Saudara sepersusuan atau saudara Ridha’ diketahui dengan sembilan keadaan, yaitu:
a. Anak susuan dari ayah dan ibu nasab-mu, yaitu: Seseorang yang menyusu pada ibumu dan Shāhib al-Labn-nya adalah ayahmu juga, maka orang tersebut tergolong sebagai saudara sepersusuan yang Syaqiqah (kuat)
b. Anak nasab dari ibu dan ayah susu-mu, yaitu: Seseorang dimana kamu menyusu dari ibunya dan Shāhib al-Labn-nya juga ayahnya. Maka kamu baginya adalah saudara sepersusuan yang Syaqiqah.
c. Anak susuan dari ayah dan ibu susu-mu, yaitu: Seseorang dimana kamu dengan dirinya menyusu pada ibu susu yang sama dan Shāhib al-Labn-nya juga laki-laki yang sama yaitu suami dari ibu susu tersebut. Maka kalian berdua adalah saudara sepersusuan.
d. Anak susuan dari ayah nasab-mu, yaitu: Seseorang yang menyusu pada istri ayahmu yang bukan ibu mu, dalam hal ini ayah mu menjadi Shāhib al-Labn. Maka orang tersebut menjadi saudara sepersusuan yang se-ayah saja.
e. Anak nasab dari ayah susu-mu, yaitu: Seseorang dimana kamu menyusu dari istri ayahnya yang bukan ibunya. Dalam kasus ini ayahnya menjadi Shāhib al-Labn bagimu, tetapi ibu susu-mu bukan ibunya. Maka kamu adalah saudara sepersusuan baginya yang se-ayah saja.
f. Anak susuan dari ayah susu-mu, saudara semacam ini terjadi karena dua kasus, yaitu: Pertama, seseorang dimana kamu dan dirinya menyusu pada dua orang ibu susu yang berbeda sekaligus, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah laki-laki yang sama. Salah satu ibu susu menyusui kalian berdua dengan dua hisapan, satunya lagi menyusui kalian berdua dengan tiga hisapan. Kedua, seseorang dimana kamu dan dirinya menyusu pada masing-masing dua ibu susu yang berbeda, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah laki-laki yang sama.
g. Anak susuan dari ibu nasab-mu, yaitu: seseorang yang menyusu dari ibu mu tetapi Shāhib al-Labn-nya bukan ayahmu, maka I aadalah saudara sepersusuan yang seibu saja.
h. Anak nasab dari ibu susu-mu, yaitu: seseorang dimana kamu menyusu dari ibunya tetapi Shāhib al-Labn-nya bukan ayahnya. Maka kamu adalah saudara sepersusan yang seibu baginya.
i. Anak susuan dari ibu susu-mu, saudara semacam ini terjadi karena dua kasus, yaitu: pertama: seseorang dimana kamu dan dia menyusu pada satu orang perempuan dimana Shāhib al-Labn-nya adalah laki-laki yang sama, kemudian ibu- susu tersebut menyempurnakan susuan bagi kalian berdua dengan susu dari Shāhib al-Labn yang berbeda. Kedua: seseorang dimana kamu dan dia menyusu pada perempuan yang sama, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah dua orang laki-laki yang berbeda.
7. Dengan demikian saudara sepersusuan terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Saudara perempuan sepersusuan yang Syaqiqah: yaitu perempuan yang menyusu pada ibumu dan Shāhib al-Labn-nya adalah ayahmu juga. Atau kamu menyusu pada ibunya dan Shāhib al-Labn-nya juga ayahnya.
b. Saudara perempuan sepersusan yang seayah saja: yaitu perempuan yang menyusu pada perempuan yang bukan ibumu, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah ayahmu. Atau kamu menyusu bukan pada ibunya, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah ayahnya.
c. Saudara perempuan sepersusan yang seibu saja: yaitu perempuan yang menyusu dari ibumu, tetapi Shāhib al-Labn-nya bukan ayahmu.
8. Untuk perempuan maka dapat disesuaikan pula dengan ketentuan mahram sepersusuan di atas.
Penyebab ketiga dari munculnya mahram adalah akad pernikahan antara suami dan istri sehingga membuat masing-masing keduanya dan kerabat keduanya terjalin ikatan mahram denga ketentuan sebagai berikut:
1. Mahram Mushāharah bagi laki ada empat, yaitu:
a. Ibu dari istri, ikatan mahram ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
b. Anak perempuan dari istri, ikatan ini muncul dengan syarat jika telah melakukan hubungan intim dengan istri.
c. Istri dari ayah, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
d. Istri dari anak laki-laki, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
2. Anak perempuan dari hasil zina menurut pendapat mu’tamad dalam mazhab Syafi’iy bukan merupakan mahram bagi ayah biologisnya, artinya boleh dinikahi, ini salah satunya dipegang oleh imam Nawawi. Namun ada silang pendapat di kalangan para ulama terkait masalah ini.
3. Empat golongan mahram Mushāharah bagi laki-laki di atas berlaku baik dari jalur nasab maupun jalur Ridha’. Maksudnya ibu dari istri itu menjadi mahram, hal ini berlaku bagi ibu nasabnya maupun ibu ridha’nya. Begitu pula dengan anak perempuan istri, baik anak nasabnya maupun anak ridha’nya. Istri dari ayah juga menjadi mahram baik ayah nasab kita maupun ayah ridha’ kita. Istri dari anak juga menjadi mahram, baik anak nasab kita maupun anak ridha’.
4. Mahram Mushāharah bagi perempuan juga ada empat, yaitu:
a. Ayah dari suami, ikatan mahram ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
b. Anak laki-laki dari suami, ikatan ini muncul dengan syarat jika telah melakukan hubungan intim dengan istri.
c. Suami dari ibu, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
d. Suami dari anak perempuan, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
Sebagaimana ketentuan pada mahram bagi laki-laki, mahram Mushāharah bagi perempuan juga berlaku pada nasab dan ridha’ juga. Maksudnya ayah dari suami adalah mahram, baik ayah nasab dari suami maupun ayah ridha’nya, begitu juga seterusnya.
5. Ada dua istilah yang berbeda dalam permasalahan mahram yaitu المُحَرَّمَة (al-Muharramat) dan المَحْرَم (al-Mahram). Istilah al-Muharramat lebih umum dari al-Mahram. Jadi setiap al-Mahram pasti juga al-Muharramat, namun setiap al-Muharramat belum tentu merupakan al-Mahram.
6. al-Mahram artinya adalah seseorang yang haram dinikahi dan sekaligus boleh saling melihat, bersentuhan dan bepergian bersama seperti ibu, saudara, anak dan lain-lain, sedangkan al-Muharramat adalah orang yang haram dinikahi saja, tetapi tetap tidak boleh untuk saling melihat, bersentuhan dan berpergian bersama. Contohnya seperti saudara perempuan dari istri.
7. Diantara yang tidak termasuk al-Muharramat bagi laki-laki adalah:
a. anak perempuan dari istri anak laki-lakinya (anak tiri dari anak laki-lakinya),
b. ibu dari istri anaknya (besan),
c. anak dari istri bapaknya (anak tiri bapaknya atau dengan kata lain saudara tirinya),
d. ibu dari istri bapaknya (mertua ayahnya),
e. ibu dari anak susuan-nya,
f. saudara perempuan dari anak susuan-nya,
g. bibi dari anak susuan,
h. istri dari ayah susuan,
i. anak dari paman dan bibi (sepupu),
j. istri dari paman.
Dengan demikian semua golongan di atas tidak dapat saling melihat aurat, bersentuhan dan bepergian, bahkan boleh untuk dinikahi.
8. Diantara yang tidak termasuk al-Muharramat bagi perempuan adalah:
a. anak dari suami anak perempuan-nya (anak tiri dari anak perempuan-nya),
b. ayah dari suami anak perempuan-nya (besan),
c. anak dari suami ibunya (saudara tirinya),
d. ayah dari suami ibunya (ayah mertua ibunya),
e. ayah dari anak susuan-nya,
f. saudara dari anak susuan-nya,
g. paman dari anak susuan-nya,
h. anak dari paman dan bibi (sepupu),
suami dari paman.
Dengan demikian semua golongan di atas tidak dapat saling melihat aurat, bersentuhan dan bepergian, bahkan boleh untuk dinikahi.
Tulisan ini adalah terjemahan dari tulisan ustadz Faruq Sinambela -semoga Allah menjaganya- seputar mahrom menurut mazhab syafii.
Tulisan beliau tentang mahrom ini aslinya ditulis dengan bahasa arab, kemudian ustadz Rudy Fachruddin menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
***
(Bagian 1)
Mahram Nasab dan Mahram Mua’qqat
Islam memberikan batas-batas dan aturan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu yang paling penting di dalamnya adalah berkaitan dengan interaksi antara lawan jenis, laki-laki dan perempuan. Islam membuat dua kategori lawan jenis bagi setiap orang, yaitu mahram dan Ajnaby. Kedua kategori tersebut menghasilkan batas interaksi yang berbeda, sederhananya mahram adalah kategori lawan jenis yang memiliki hubungan tertentu dengan seseorang, sehingga ia tidak boleh dinikahi. Selain itu ada batas-batas interaksi yang diperbolehkan dengan lawan jenis dalam kategori mahram, tetapi ia terlarang dengan lawan jenis kategori Ajnaby.
Kriteria dan hukum-hukum yang berkaitan dengan mahram adalah permasalahan yang dibahas secara mendalam dalam kajian fiqih. Pada pembahasan ini kita akan menjelaskan tentang batas-batasan mahram menurut mazhab Syafi’iy.
1. Mahram dari sisi batas berlakunya terbagi kepada dua pembagian. Pertama adalah mahram تأبيد (abadi), maksudnya adalah hubungan mahram yang tidak akan dibatalkan dengan sebab apapun. Kedua, mahram مؤقّت (terbatas waktu) yaitu ikatan mahram yang bisa saja batal oleh sebab-sebab tertentu.
2. Mahram berdasarkan sebab-sebabnya terbagi kepada tiga, yaitu mahram karena sebab nasab atau keturunan, mahram karena sebab Ridha’ atau persusuan, dan mahram karena sebab Mushaharah atau rumah tangga. Pada pembahasan ini hanya dijelaskan tentang mahram karena sebab nasab saja.
3. Mahram تأبيد bagi laki-laki karena sebab nasab ada tujuh yaitu: al-Ummuhāt (mencakup ibu, nenek dari pihak ibu maupun ayah dan seterusnya ke tingkat generasi berikutnya), al-Banāt (mencakup anak perempuan dan cucu perempuan dan seterusnya pada tingkat generasi di bawahnya), al-akhawāt (saudara perempuan baik seayah seibu maupun salah satunya saja), al-’ammāt (bibi atau saudara perempuan dari ayah kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), al-Khālāt (bibi atau saudara perempuan dari ibu kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), Banāt al-Akh (anak perempuan dari saudara laki-laki yang seayah seibu maupun salah satunya saja), dan Banāt al-Ukht (anak perempuan dari saudara perempuan yang seayah seibu maupun salah satunya saja).
4. Definisi dari al-Ummuhāt adalah:
كلّ من ولدتك أو ولدت من ولدك
Artinya: setiap” orang yang melahirkanmu” atau “melahirkan orang yang kamu lahir darinya”.
5. Definisi dari al-Banāt adalah
كلّ من ولدتها أو ولدت من ولدها
Artinya: setiap” orang yang lahir darimu” atau “orang yang lahir dari orang yang lahir darimu”
6. Definisi dari al-akhawāt adalah:
كلّ أنثى شاركتك فى أصليك أو أحدهما
Artinya: setiap perempuan yang membersamaimu dalam dua orang tuamu atau salah satunya.
7. Definisi dari al’ammāt adalah
كلّ أنثى شاركت أباك فى أصليه أو فى أحدهما
Artinya: setiap perempuan yang membersamai ayah mu dalam dua orang tua mereka atau salah satunya.
8. Definisi dari al-Khālāt adalah:
كلّ أنثى شاركت أمّك فى أصليه أو فى أحدهما
Artinya: setiap perempuan yang membersamai ibumu dalam dua orang tua mereka atau salah satunya.
9. Definisi dari Banāt al-Akh adalah:
كلّ أنثى لأخيك عليها ولادة مباشرة أم بواسطة
Artinya: setiap perempuan yang memiliki hubungan wiladah (peranakan) dari saudara lakimu baik langsung (anak langsung dari saudara) atau dengan perantara (keturunan dari saudara)
10. Definisi dari Banāt al-Ukht adalah:
كلّ أنثى لأختك عليها ولادة مباشرة أم بواسطة
Artinya: setiap perempuan yang memiliki hubungan wiladah (peranakan) dari saudara perempuanmu baik langsung (anak langsung dari saudara) atau dengan perantara (keturunan dari saudara)
11. Mahram Ta’bīd bagi perempuan karena sebab nasab juga ada tujuh yaitu: al-Abā’ (mencakup ayah, kakek dari pihak ibu maupun ayah dan seterusnya ke tingkat generasi berikutnya), al-Abnā’ (mencakup anak laki-laki dan cucu laki-laki dan seterusnya pada tingkat generasi di bawahnya), al-Ikhwān (saudara laki-laki baik seayah seibu maupun salah satunya saja), al-A’’mām (paman atau saudara laki-laki dari ayah kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), al-Akhwāl (paman atau saudara laki-laki dari ibu kita baik yang seayah seibu maupun salah satunya saja), Abnā’ al-Akh (anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah seibu maupun salah satunya saja), dan Abnā’ al-Ukht (anak laki-laki dari saudara perempuan yang seayah seibu maupun salah satunya saja). Definisi dari ketujuh istilah tersebut sama seperti penjelasan tentang mahram nasab bagi laki-laki, hanya saja jenis kelaminnya diganti.
12. Mahram Mua’qqat adalah ikatan mahram temporal, jadi ikatan mahram tersebut hanya mengharamkan pernikahan saja tetapi tidak membolehkan interaksi seperti melihat aurat atau bersentuhan sebagaimana mahram تأبيد.
13. Mahram Mua’qqat bagi laki-laki adalah:
a. dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan saudaranya (saudara ini berlaku baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau saudara sepersusuan).
b. dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan al’ammāt-nya (bibi: saudara perempuan dari ayah baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau sepersusuan).
c. Dilarang memilki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan al-Khālāt-nya (bibi: saudara perempuan dari ibunya baik saudara seayah seibu maupun salah satunya atau sepersusuan).
d. Dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan Banāt al-Akh-nya (anak perempuan dari saudara laki-laki yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan)
e. Dilarang memiliki ikatan pernikahan secara berbarengan dengan seorang perempuan dan Banāt al-Ukht (anak perempuan dari saudara perempuan yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan).
Sederhananya Mahram Mua’qqat bagi laki-laki adalah kerabat perempuan dari istrinya yang disebutkan di atas yang tidak dapat dinikahi selama kita ia masih terikat pernikahan dengan istri nya, seandainya ikatan pernikahan itu putus dengan sebab kematian istri atau perceraiann maka Mahram Mua’qqat tersebut menjadi orang Ajnaby seperti biasa.
14. Mahram Mua’qqat bagi perempuan adalah:
a. Saudara dari suaminya (baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau saudara sepersusuan).
b. ‘Amm dari suaminya (paman: saudara laki-laki dari ayah suaminya baik seayah & seibu maupun salah satunya, atau sepersusuan).
c. Khāl dari suaminya (paman: saudara laki-laki dari ibu suaminya baik saudara seayah seibu maupun salah satunya atau sepersusuan)
d. Ibn al-Akh dari suaminya (anak laki-laki dari saudara laki-laki suaminya yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan)
e. Ibn al-Ukht dari suaminya (anak laki-laki dari saudara perempuan suaminya yang seayah seibu maupun salah satunya saja, atau sepersusuan).
Berkaitan dengan Mahram Mua’qqat bagi perempuan tidak perlu disebutkan tentang larangan memilki iktana pernikahansecara berbarengan, mengingat seorang perempuan memang tidak dapat memiliki ikatan pernikahan dengan lebih dari satu orang dalam satu waktu pada keadaan apapun.
***
(Bagian 2)Mahram dengan Sebab Persusuan
Penyebab munculnya ikatan mahram selain disebabkan karena nasab adalah persusuan, atau dalam bahasa fiqih diistilahkan dengan رِضَاع (Ridha’), pembahasan berkaitan dengan mahram persusuan lebih rumit daripada mahram nasab. Berikut beberapa rangkuman penting berkaitan mahram persusuan menurut mazhab Syafi’iy:
1. Ada tiga pihak yang terlibat dalam mazhab persusuan, tiga pihak tersebut adalah:
a. المرضع (al-Murdhi') yaitu ibu yang menyusui.
b. الرضيع (al-Radhi’) yaitu anak yang menyusu.
c. dan صاحب اللبن (Shāhib al-Labn) yaitu suami dari ibu yang menyusui, dimana air susu dari si ibu keluar dari hasil hubungan intim dari suami tersebut, oleh karena itu suaminya disebut dengan “pemilik air susu” karena memang sejatinya air susu tersebut keluar melalui hubungan badan dengan dirinya sebelumnya.
Terjadinya Ridha’ atau persusuan memberikan pengaruh ikatan mahram kepada tiga pihak tersebut.
2. Dari pihak al-Murdhi' (ibu susu) yang menjadi mahram bagi anak susu-nya terbagi kepada tiga, yaitu:
a. أصل mencakup ibu dari ibu susu-nya dan ke atas seterusnya.
b. فروع mencakup anak keturunan dari ibu susu-nya.
c. حواشى mencakup saudara dari ibu susu-nya dan bibi dari ibu susunya.
3. Dari pihak al-Radhi’ (anak susu) yang menjadi mahram bagi orangtua susu-nya hanya satu yaitu فروع, artinya yang menjadi mahram bagi orangtua susu-nya hanyalah anak keturunan dari anak susu.
4. Dari pihak Shāhib al-Labn (ayah susu atau suami ibu susu)yang menjadi mahram sama seperti ketentuan yang berlaku pada pihak al-Murdhi'.
5. Istri dari anak susu tidak halal bagi ayah susu, begitu juga suami dari anak susu tidak halal bagi ibu susu.
6. Saudara sepersusuan atau saudara Ridha’ diketahui dengan sembilan keadaan, yaitu:
a. Anak susuan dari ayah dan ibu nasab-mu, yaitu: Seseorang yang menyusu pada ibumu dan Shāhib al-Labn-nya adalah ayahmu juga, maka orang tersebut tergolong sebagai saudara sepersusuan yang Syaqiqah (kuat)
b. Anak nasab dari ibu dan ayah susu-mu, yaitu: Seseorang dimana kamu menyusu dari ibunya dan Shāhib al-Labn-nya juga ayahnya. Maka kamu baginya adalah saudara sepersusuan yang Syaqiqah.
c. Anak susuan dari ayah dan ibu susu-mu, yaitu: Seseorang dimana kamu dengan dirinya menyusu pada ibu susu yang sama dan Shāhib al-Labn-nya juga laki-laki yang sama yaitu suami dari ibu susu tersebut. Maka kalian berdua adalah saudara sepersusuan.
d. Anak susuan dari ayah nasab-mu, yaitu: Seseorang yang menyusu pada istri ayahmu yang bukan ibu mu, dalam hal ini ayah mu menjadi Shāhib al-Labn. Maka orang tersebut menjadi saudara sepersusuan yang se-ayah saja.
e. Anak nasab dari ayah susu-mu, yaitu: Seseorang dimana kamu menyusu dari istri ayahnya yang bukan ibunya. Dalam kasus ini ayahnya menjadi Shāhib al-Labn bagimu, tetapi ibu susu-mu bukan ibunya. Maka kamu adalah saudara sepersusuan baginya yang se-ayah saja.
f. Anak susuan dari ayah susu-mu, saudara semacam ini terjadi karena dua kasus, yaitu: Pertama, seseorang dimana kamu dan dirinya menyusu pada dua orang ibu susu yang berbeda sekaligus, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah laki-laki yang sama. Salah satu ibu susu menyusui kalian berdua dengan dua hisapan, satunya lagi menyusui kalian berdua dengan tiga hisapan. Kedua, seseorang dimana kamu dan dirinya menyusu pada masing-masing dua ibu susu yang berbeda, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah laki-laki yang sama.
g. Anak susuan dari ibu nasab-mu, yaitu: seseorang yang menyusu dari ibu mu tetapi Shāhib al-Labn-nya bukan ayahmu, maka I aadalah saudara sepersusuan yang seibu saja.
h. Anak nasab dari ibu susu-mu, yaitu: seseorang dimana kamu menyusu dari ibunya tetapi Shāhib al-Labn-nya bukan ayahnya. Maka kamu adalah saudara sepersusan yang seibu baginya.
i. Anak susuan dari ibu susu-mu, saudara semacam ini terjadi karena dua kasus, yaitu: pertama: seseorang dimana kamu dan dia menyusu pada satu orang perempuan dimana Shāhib al-Labn-nya adalah laki-laki yang sama, kemudian ibu- susu tersebut menyempurnakan susuan bagi kalian berdua dengan susu dari Shāhib al-Labn yang berbeda. Kedua: seseorang dimana kamu dan dia menyusu pada perempuan yang sama, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah dua orang laki-laki yang berbeda.
7. Dengan demikian saudara sepersusuan terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Saudara perempuan sepersusuan yang Syaqiqah: yaitu perempuan yang menyusu pada ibumu dan Shāhib al-Labn-nya adalah ayahmu juga. Atau kamu menyusu pada ibunya dan Shāhib al-Labn-nya juga ayahnya.
b. Saudara perempuan sepersusan yang seayah saja: yaitu perempuan yang menyusu pada perempuan yang bukan ibumu, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah ayahmu. Atau kamu menyusu bukan pada ibunya, tetapi Shāhib al-Labn-nya adalah ayahnya.
c. Saudara perempuan sepersusan yang seibu saja: yaitu perempuan yang menyusu dari ibumu, tetapi Shāhib al-Labn-nya bukan ayahmu.
8. Untuk perempuan maka dapat disesuaikan pula dengan ketentuan mahram sepersusuan di atas.
***
(Bagian 3)
Mahram Mushāharah
Penyebab ketiga dari munculnya mahram adalah akad pernikahan antara suami dan istri sehingga membuat masing-masing keduanya dan kerabat keduanya terjalin ikatan mahram denga ketentuan sebagai berikut:
1. Mahram Mushāharah bagi laki ada empat, yaitu:
a. Ibu dari istri, ikatan mahram ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
b. Anak perempuan dari istri, ikatan ini muncul dengan syarat jika telah melakukan hubungan intim dengan istri.
c. Istri dari ayah, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
d. Istri dari anak laki-laki, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
2. Anak perempuan dari hasil zina menurut pendapat mu’tamad dalam mazhab Syafi’iy bukan merupakan mahram bagi ayah biologisnya, artinya boleh dinikahi, ini salah satunya dipegang oleh imam Nawawi. Namun ada silang pendapat di kalangan para ulama terkait masalah ini.
3. Empat golongan mahram Mushāharah bagi laki-laki di atas berlaku baik dari jalur nasab maupun jalur Ridha’. Maksudnya ibu dari istri itu menjadi mahram, hal ini berlaku bagi ibu nasabnya maupun ibu ridha’nya. Begitu pula dengan anak perempuan istri, baik anak nasabnya maupun anak ridha’nya. Istri dari ayah juga menjadi mahram baik ayah nasab kita maupun ayah ridha’ kita. Istri dari anak juga menjadi mahram, baik anak nasab kita maupun anak ridha’.
4. Mahram Mushāharah bagi perempuan juga ada empat, yaitu:
a. Ayah dari suami, ikatan mahram ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
b. Anak laki-laki dari suami, ikatan ini muncul dengan syarat jika telah melakukan hubungan intim dengan istri.
c. Suami dari ibu, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
d. Suami dari anak perempuan, ikatan ini muncul semata-mata setelah terjadinya akad nikah.
Sebagaimana ketentuan pada mahram bagi laki-laki, mahram Mushāharah bagi perempuan juga berlaku pada nasab dan ridha’ juga. Maksudnya ayah dari suami adalah mahram, baik ayah nasab dari suami maupun ayah ridha’nya, begitu juga seterusnya.
5. Ada dua istilah yang berbeda dalam permasalahan mahram yaitu المُحَرَّمَة (al-Muharramat) dan المَحْرَم (al-Mahram). Istilah al-Muharramat lebih umum dari al-Mahram. Jadi setiap al-Mahram pasti juga al-Muharramat, namun setiap al-Muharramat belum tentu merupakan al-Mahram.
6. al-Mahram artinya adalah seseorang yang haram dinikahi dan sekaligus boleh saling melihat, bersentuhan dan bepergian bersama seperti ibu, saudara, anak dan lain-lain, sedangkan al-Muharramat adalah orang yang haram dinikahi saja, tetapi tetap tidak boleh untuk saling melihat, bersentuhan dan berpergian bersama. Contohnya seperti saudara perempuan dari istri.
7. Diantara yang tidak termasuk al-Muharramat bagi laki-laki adalah:
a. anak perempuan dari istri anak laki-lakinya (anak tiri dari anak laki-lakinya),
b. ibu dari istri anaknya (besan),
c. anak dari istri bapaknya (anak tiri bapaknya atau dengan kata lain saudara tirinya),
d. ibu dari istri bapaknya (mertua ayahnya),
e. ibu dari anak susuan-nya,
f. saudara perempuan dari anak susuan-nya,
g. bibi dari anak susuan,
h. istri dari ayah susuan,
i. anak dari paman dan bibi (sepupu),
j. istri dari paman.
Dengan demikian semua golongan di atas tidak dapat saling melihat aurat, bersentuhan dan bepergian, bahkan boleh untuk dinikahi.
8. Diantara yang tidak termasuk al-Muharramat bagi perempuan adalah:
a. anak dari suami anak perempuan-nya (anak tiri dari anak perempuan-nya),
b. ayah dari suami anak perempuan-nya (besan),
c. anak dari suami ibunya (saudara tirinya),
d. ayah dari suami ibunya (ayah mertua ibunya),
e. ayah dari anak susuan-nya,
f. saudara dari anak susuan-nya,
g. paman dari anak susuan-nya,
h. anak dari paman dan bibi (sepupu),
suami dari paman.
Dengan demikian semua golongan di atas tidak dapat saling melihat aurat, bersentuhan dan bepergian, bahkan boleh untuk dinikahi.
***