الجمعة، 27 يوليو 2018

Mengapa Ibnu Hazm Menghalalkan Musik?

Ibnu Hazm Bukan Seorang Pakar dalam Ilmu Hadits


Mengapa Ibnu Hazm sampai keliru dalam hadits tentang musik ini? Sampai-sampai mendhaifkan hadits riwayat Bukhari, yang jelas-jelas ada dalam Shahih Bukhari, dan tidak dianggap dhaif oleh ulama lainnya. Ini karena beliau adalah seorang yang lemah dalam ilmu hadits.

Para ulama telah menelaah pendapat Ibnu Hazm dalam ilmu hadits, dan mendapati pendapatnya banyak yang keliru. Ibnu Abdul Hadi dalam kitabnya Mukhtashar Thabaqat Ulama Al Hadits, hal 401, mengatakan: Beliau banyak keliru dalam menshahihkan dan mendhaifkan hadits, begitu juga ketika menilai perawi hadits.

Salah satu kekeliruannya dalam menilai perawi hadits, adalah ketika menyebut Imam Tirmidzi, yang menyusun kitab sunan Tirmidzi, sebagai seorang yang majhul. Sedangkan ulama lain yang lebih menguasi perawi hadits tidak berpendapat demikian. Ibnu Hazm dalam Lisanul Mizan jilid 4 hal 198-202 membahas tentang Ibnu Hazm dengan panjang lebar. Di antaranya beliau mengatakan tentang Ibnu Hazm: Hafalannya sangat banyak, tetapi karena terlalu mengandalkan hafalannya, maka sering berpendapat tentang rawi yang diterima dan ditolak riwayatnya, dan nama-nama perawi, lalu terjatuh pada kekeliruan yang fatal.

Salah satu kekeliruannya adalah mendhaifkan hadits tentang musik, yang jelas-jelas ada di shahih Bukhari, dan dianggap shahih oleh ulama lainnya. Karena memang sesuai dengan kriteria hadits shahih, seperti yang dirumuskan para ulama hadits. Ibnu Shalah mengatakan dalam Muqaddimah jilid 1 hal 89: Ibnu Hazm mengira bahwa sanadnya putus antara Bukhari dan Hisyam, dan ini dijadikan argumen untuk menolak haramnya musik. Ibnu Hazm telah jatuh pada kesalahan dari beberapa sisi. Hadits ini adalah shahih dan sanadnya diketahui oleh para ulama sebagai tidak putus. Dan Imam Bukharimelakukan seperti ini, -yaitu meriwayatkan hadits secara mu’allaq *pent*- bisa jadi karena telah menyebutkan hadits itu dengan sanad bersambung di bagian lain dari bukunya, dan bisa jadi juga karena alasan lain, dan hadits itu tidaklah putus sanadnya.

Az Zarkasyi dalam An Nukat Ala Muqaddimah Ibnu Shalah, jilid 2 hal 50, mengatakan: Ucapan Bukhari dari guru yang pernah ditemuinya: Fulan berkata, bukanlah termasuk hadits mu’allaq, tetapi termasuk bersambung sanadnya.

Satu lagi bukti kekeliruan Ibnu Hazm dalam hal ini, beliau menganggap bahwa Hisyam bin Ammar adalah perawi yang ditolak haditsnya, maka beliau mendhaifkan hadits ini. Dan ini adalah pernyataan yang sangat lemah. Ini menunjukkan lemahnya beliau dalam ilmu hadits. Karena hadits ini memiliki riwayat dari sanad selain Hisyam, dan ditambah lagi dalam kitab shahihnya. Bukhari hanya meriwayatkan dari perawi yang tsiqah saja. Sedangkan Hisyam bin Ammar adalah perawi yang tsiqah.

Ad Dzahabi menyebutkan bahwa Hisyam adalah tsiqah. Ini bisa dilihat dalam Mizanul I’tidal jilid 4 hal 302. Salah satu bukti lemahnya Ibnu Hazm dalam ilmu hadits, beliau menganggap Abu Isa At Tirmidzi, penyusun kitab Sunan At Tirmidzi sebagai seorang yang tidak dikenal. Padahal beliau menyusun kitab hadits yang sangat terkenal.

Ibnu Katsir mengatakan dalam Al Bidayah wan Nihayah jilid 14 hal 647 tentang Abu Isa At Tirmidzi: Ketika Ibnu Hazm tidak mengenal Abu Isa, seperti katanya dalam Al Muhalla: siapa itu Muhammad bin Isa bin Saurah? Maka tidak mengurangi suatu apa pun dari Abu Isa, baik dari sisi dunia maupun agama. Dan tidak membuat kedudukannya menjadi rendah di mata para ulama. Namun malah merendahkan Ibnu Hazm sendiri di mata para imam dalam ilmu hadits.

Apakah mungkin ada yang bisa diterima akal, jika siang sendiri perlu dibuktikan bahwa itu adalah siang hari? Mungkin cukup sampai di sini tentang lemahnya Ibnu Hazm dalam bidang hadits. Kita sambung lagi pada bahasan selanjutnya. O iya. Tentang nukilan yang saya sebutkan di atas, saya tidak menukil langsung dari kitab. Saya hanya menukil dari internet. Jangan sampai dikira saya menukil langsung dari kitab.

Penyusun: Syarif Jafar Baraja [link tulisan ini]

***

Benarkah Hadits tentang larangan alat musik semuanya palsu, seperti kata Ibnu Hazm?


Ternyata hadits tentang larangan musik ada di Shahih Bukhari. Para ulama sudah bersaksi akan hadits Shahih Bukhari adalah shahih.

Tapi Ibnu Hazm di sini tergelincir pada kekeliruan, atau dalam bahasa arab disebut waham. Dikiranya tidak ada yang shahih, padahal ada.

Mana hadits Shahih Bukhari yang menyatakan haramnya musik? 

وقال هِشامُ بن عَمار حدَّثنا صَدَقةُ بن خالد حدَّثنا عبدُ الرحمنِ بن يزيدَ بن جابرٍ حدَّثنا عطيةُ بن قيس الكلابيُّ حدَّثنا عبد الرحمن بن غَنْم الأشعريُّ قال: حدثني أبو عامر ـ أو أبو مالكٍ ـ الأشعري والله ما كذَبَني «سمعَ النبيَّ صلى الله عليه وسلّم يقول: ليكوننَّ من أُمَّتي أقوام يَستحلُّونَ الْحِرَ والحَريرَ والخمر والمعازِف، ولينزِلنَّ أقوام إلى جَنبِ عَلم يَروحُ عليهم بسارحةٍ لهم، يأتيهم ـ يعني الفقيرَ ـ لحاجة فيقولوا: ارجِعْ إلينا غَداً فيُبيِّتُهمُ الله، ويَضَع العَلَمَ، ويَمسَخُ آخرينَ قِرَدةً وخنازيرَ إلى يوم القيامة». 

“Akan datang pada umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina sutra, khamr (minuman keras) dan alat musik, dan sungguh akan menetap beberapa kaum di sisi gunung, di mana (para pengembala) akan datang kepada mereka dengan membawa gembalaannya, datang kepada mereka -yakni si fakir- untuk sebuah keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah menghancurkan mereka pada malam hari, menghancurkan gunung dan merubah sebagian mereka menjadi kera dan babi sampai hari Kiamat. HR Bukhari

Namun hadits ini masih dipermasalahkan juga oleh mereka yang menghalalkan musik. Yaitu adanya sanad yang nampak terputus dari Imam Bukhari ke Hisyam bin Ammar. Yaitu di sanad tidak dengan kata haddatsana, atau akhbarana, tetapi langsung Qala Hisyam bin Ammar. Apa bedanya?

Kata akhbarana berarti “memberitahu kami”, sedangkan haddatsana artinya adalah berbicara kepada kami.

Misalnya dalam hadits ini Hisyam bin Ammar mengatakan: Haddatsana Shadaqah bin Khalid. Artinya Shadaqah bin Khalid berbicara kepada Hisyam. Artinya Hisyam mendengar langsung dari Shadaqah bin Khalid. Di sini menunjukkan sanad itu bersambung, yaitu Hisyam mendengar dari gurunya.

Dan kita perhatikan dalam riwayat itu dari Hisyam bin Ammar sampai sahabat semua menggunakan kata Haddatsana. Tapi yang dipermasalahkan adalah Bukhari tidak mengatakan haddatasna Hisyam, apakah berarti hadits ini tidak shahih? Seperti kita ketahui Imam Bukhari mensyaratkan shahih bagi hadits yang ada di kitab shahih Bukhari. Jika tidak shahih maka tidak akan masuk ke Shahih Bukhari.

Imam Bukhari memastikan bahwa Hisyam berkata. Artinya benar-benar pasti bahwa Hisyam berkata seperti itu. Bukhari tidak berdusta ketika mengatakan Hisyam berkata. Beliau memang tidak mengatakan bahwa Hisyam menceritakan kepadaku.

Hadits yang putus di rawi pertama setelah penyusun kitab disebut hadits mu’allaq. Contohnya adalah hadits Bukhari yang satu ini. Dan para ulama hadits telah menyatakan bahwa hadits Bukhari yang mu’allaq dan dinyatakan dengan pasti oleh Bukhari, maka hadits itu shahih.

Mengapa hadits itu bisa shahih, padahal nampak putus di antara Bukhari dan Hisyam bin Ammar? Jawabnya adalah hadits itu diriwayatkan di riwayat lainnya, pada selain Bukhari.

Ada banyak sanad lain dari riwayat ini, dan sanad itu shahih, karena sanadnya memenuhi kriteria hadits shahih. Di antaranya tidak ada perawi yang putus.

Nah, mengapa Bukhari sengaja meriwayatkan hadits ini dengan sanad dari Hisyam? Kita tidak tahu. Kita tidak akan membahas terlalu detil akan hal ini.

Intinya hadits ini bersambung sanadnya dari jalur selain Bukhari, dan Bukhari amat mengetahui hal ini. Siapa saja yang meriwayatkan hadits ini dengan sanad bersambung? Yaitu At Thabarani, Baihaqi, Ibnu Asakir, Abu Dawud.

Hadits ini bukan satu-satunya hadits yang menjelaskan haramnya musik. Masih ada lagi. Terbukti Ibnu Hazm keliru. Pendapat keliru harus ditinggalkan. Apakah kita akan mengikuti pendapat yang jelas keliru? Atau kita mengikuti pendapat yang keliru karena sesuai dengan apa yang kita mau?

Penyusun: Syarif Jafar Baraja [link tulisan ini]

هناك تعليقان (2):

  1. Tetapi pendapat beliau yg keliru ttg hukum musik tidak mengurangi sdikitpun kefaqihan beliau dalam ilmu ushul fiqh,, jgn sampai hnya krn satu dua kekeliruan beliau, kita tinggalkan semua ijtihad beliau dalam masalah fiqih yg lain,,, krn bagiku kitab al muhalla adalah kitab fiqih yg tiada tandingannya

    ردحذف